Catatan ini meluncur begitu saja ketika mengingat perbincangan singkatku dengan adek di suatu siang yang panas ketika kami menyeberang di bunderan UB.
“Kadang heran deh dek, lihat orang – orang pengendara kendaraan sepertinya nggakmemberi kesempatan buat pejalan kaki buat menyeberang. Rangkaian kendaraannya nggak putus –putus.”
“Iya mbak.”
“Tahu nggak dek, setelah kupikir – pikir kita bisa belajar banyak dari pejalan kaki lho.”
“Kok bisa mbak?”
“Coba kita ingat – ingat lagi,pejalan kaki kita ibaratkan manusia yang berada pada awal kehidupannya, kalo di dunia kerja mungkin bisa dibilang pada awal kariernya. Pejalan kaki memiliki semangat untuk segera tiba di tempat tujuan. Meski panas meski hujan meski capek, pokoknya yang penting sampai. Sampai Kadang harus mencari jalan pintas yang paling cepet dan paling enak. Sama dengan orang yang pada saat menjadi bawahan atau staf yang akan bekerja dengan giat jika ingin naik pangkat. Hehehe.
Pejalan kaki yang baik akan selalu menghargai pengendara mobil atau sepeda. Mereka tidak akan memaksakan diri untuk menyeberang di kala jalanan sedang ramai didominasi oleh kuda besi yang melaju dengan kencang. Mereka menunggu celah. Tentunya juga untuk alasan keselamatan si pejalan kaki sendiri sih. Seorang staf pun pasti juga harus menghormati dan menghargai atasannya, meskipun yaa tak jarang pula ada yang menggunakan topengnya untuk mendapatkan penghargaan dari atasan supaya jabatannya naik. Bahkan tak jarang juga yang rela sampai harus “menjegal” kawan sendiri demi “sesuatu” . *ups! :P
“Aku sebel banget mbak kalo ada orang bermobil yang mengklakson keras banget.”
“Iya sama. Aku juga sebel. Kayak kita budheg aja -__-“
Aku yakin, mereka memiliki alasan dan kepentingan yang beda – beda. Mungkin buru – buru atau lagi jadi buronan polisi. Tapi paling nggak mereka harus inget lah, ini jalan milik bersama, nggak mereka aja yang punya kepentingan. Semua orang punya kepentingan. Di jalan sendiri toh juga ada norma – norma yang harus dipatuhi kan kalo mau mewujudkan suasana yang kondusif dan harmonis. Ini nih yang sering orang – orang lupakan. Sepele sih. Tapi bisa berakibat fatal kalo diremehin. Kecelakaan misalnya. Analoginya lagi, setiap orang dalam suatu komunitas, nggak bisa lah egois mentingin kepentingan dirinya sendiri. Berusahalah peka ama orang – orang di dalamnya, kenali karakternya dan baca situasinya dengan cermat. Jangan sedih kalo temen lagi seneng, jangan seneng kalo temen lagi sedih. Sepele sih emang, tapi setidaknya perhatian kecil yang kita berikan pada temen bisa jadi sebuah hal yang berarti buat mereka.
“Yups! Betul2!”
Bisa disimpulkan bahwa pengendara yang baik itu berawal dari pejalan kaki yang baik.kenapa?
Jika para pengendara kuda besi itu selalu ingat bagaimana awal kehidupan mereka, sebagai pejalan kaki, mereka akan menghormati para pejalan kaki karena mereka mengerti rasanya menjadi pejalan kaki. Contohnya mereka akan mengurangi laju kecepatan atau bahkan mempersilahkan pejalan kaki, meluangkan beberapa detik mereka yang berharga untuk pejalan kaki menyeberangi jalanan. Mereka nggak akan melaju dengan kencang di kala jalanan becek tergenangi air pada saat musim hujan yang dapat menyebabkan pejalan kaki di sekitarnya menyebutkan nama – nama binatang dan segala sumpah serapah gara-gara baju barunya yang mau dipake ke kondangan basah dan kotor terciprat genangan air. :P terus bisa berantem deh jadinya kalo diladenin. Hihihi.
Jika para pengendara kuda besi itu hasil instan dalam artian mereka jarang merasakan jadi pejalan kaki dengan berbagai pengalaman di jalanan, biasanya mereka nggak peka. Atau mungkin juga orang yang dulunya adalah pejalan kaki namun sekarang mereka telah sukses dan menjadi pemilik kuda besi itu lalu saking enaknya mereka lupa dan kesibukan menjadi pengalihan dosa mereka terhadap ketidakpedulian mereka terhadap pengguna jalan yang lain.
Analoginya di kehidupan kayak gimana mbak?
Ketika orang berada di posisi puncak sebuah jabatan, direktur misalnya, jika memang dia memulai kariernya dari bawah dan mendapat jabatannya itu dengan cara yang baik, pernah merasakan pahit manisnya menjadi staf, ia akan menjadi direktur yang baik, bertanggung jawab, dihormati stafnya karena selama ia menjadi staf, ia menghormati atasannya. Hukum timbal balik itu selalu ada. Seperti kata pepatah, siapa yang menanam kebaikan ia akan menuai kebaikan juga.
Lain halnya dengan orang yang mendapatkan posisi puncak jabatan tersebut dengan cara yang nggak baik atau dengan cara instan.Tidak memulainya dari bawah. Ia nggak akan bisa seperti orang yang pertama, yang mendapatkan jabatannya dengan cara yang baik. Ia hanya akan mendapat apa yang dicita-citakan tapi belum tentu ia akan mendapat simpati dan hati staf karena tidak dekat dengan staf ataupun tidak mengerti apa yang dirasakan staf. Biasanya ini adalah orang – orang yang suka semena – mena terhadap stafnya. Hanya mengejar ambisi tanpa empati apalagi simpati.
*percapakan di atas telah mengalami proses penyuntingan. Hihihi J
No comments:
Post a Comment