Saturday, 25 August 2012

cerita di balik semangka #part 1

Semangka!

Apa yang terlintas di benak anda ketika mendengar kata semangka?
buah – buahan berair,,,segar..manis,,buah pencuci mulut. Yayayaaaa…
berawal dari pertanyaan beberapa teman tentang alasan saya mengganti nama akun saya dari @ann_vanilla menjadi @annasemangka, akhirnya saya terinspirasi untuk menulis ini. Hehehe
Sebenarnya alasan saya mengganti nama akun itu simple saja, ya karena pingin, dan entah mengapa nama semangka itu muncul begitu saja di kepala *cliiiingggg*
Suatu hari ada seorang kawan yang menanyakan perubahan nama akun itu, dan kebetulan dia sangat mengikuti sekali perkembangan “cerita” saya, di blog, twitter maupun di dunia nyata (di kampus lebih tepatnya). “Mbak ganti nama @annasemangka kenapa? Habis nangis ya (patah hati.red)? (it also reminds that watermelon always produce water). Kemarin kan vanilla (it reminds you about some sweet memories) kok sekarang semangka? --- kurang lebih seperti itulah percakapan kami.

Wah.. saya nggak bisa jawab. Soalnya bener banget sih. -____- #jreeeeengggg

Mungkin saat itu keadaan saya lagi “down” dan berusaha untuk menyemangati diri sendiri, karena semangka di sini adalah singkatan dari “Semangat kakak!!” XD
Dan saya rasa itu cukup berhasil membuat saya untuk bersemangat lagi setiap harinya.
Di sisi lain, semangka adalah buah yang memiliki kulit yang keras namun di dalamnya lembut. Mungkin saya juga seperti itu.. keras kepala tapi lembut hatinya…huahaahaha XD
Semangka maupun jus semangka memang nikmat dikonsumsi saat siang hari, saat matahari menyengat, saya juga biasanya adalah “pendingin” di antara kepala – kepala yang “panas” dibakar emosi. Tapi ketika saya yang emosi,, saya meledak – ledak lalu kemudian menjadi sangat “dingin” dan sedikit “sarcastic”
Entahlah mungkin ini sedikit cerita semangka part 1 yang bisa saya bagikan. Nantikan cerita lain dari semangka episode selanjutnya.
Semangaaaaattttt Kakak!!!! ^^

Lebaran


Renungan Penghujung Ramadhan, malam 1 syawal 


Takbir berkumandang bersahut – sahutan dari masjid mengagungkan AsmaNya seiring dengan dering handphone dengan pesan – pesan singkat berisikan maaf dan ucapan selamat Idul Fitri. Jejaring – jejaring sosial yang semakin mempermudah hubungan antar manusia yang terpisahkan oleh jarak itu semakin ramai saja.
Pikiranku tersesat dalam memori masa lalu, masa kini dan masa depan. Entah apa ini wajar atau tidak. Bagiku, malam syawal selalu akan seperti ini. Tahun lalu, tahun ini, tak ada yang berubah. Sejak tahun lalu aku beradu ide di depan laptopku. Namun tampaknya aku tak bisa menemukan file catatanku tahun lalu    . Sebelum – sebelumnya? Hampir sama. Terkadang berbelanja kebutuhan lebaran, nonton tivi, dan menata kue lebaran. Tak ada lagi takbiran keliling, tak ada euphoria takbir bersama di masjid dengan teman – teman, tak seperti adik perempuanku yang rajin dan hanyut dalam gempita Idul Fitri karena puasanya pol, sebulan penuh, bersemangat ikut takbiran di masjid.  Kebanggaan dan keceriaan masa anak – anak yang kurindukan.
Saat ini, jujur saja, aku dilanda galau yang membuatku meracau seperti ini. 

Pertama, ramadhan telah lewat. Rasanya sedih. Semua yang terjadi selama ramadhan ini terasa begitu cepat. Tak terasa. Sedikit hambar kah? Mungkin. Kalau diingat – ingat jadi ada penyesalan di dalamnya, kenapa aku nggak gini, kenapa aku nggak gitu, kenapa aku males teraweh di masjid, kenapa aku sedekahnya kadang – kadang? Dan beribu kenapa nongol di kepala. Ya Allah…. Terima kasih atas nikmatMu, Engkau pertemukan aku dengan Ramadhan ini dan mengisinya dengan ibadah yang entah bagaimana kualitas dan kuantitasnya,, menurunkah? Meningkatkah? Hanya Engkau yang Maha Tahu. NIkmatMu tak pernah berhenti, Alhamdulillah atas semua berkah ini. 

Kedua, kegiatan – kegiatan yang memang sepertinya sudah “mengagenda” dalam setiap keluarga. Ya, aku yakin setiap keluarga memiliki caranya masing – masing. Dimulai dengan saling kirim pesan maaf penyambung silaturrahmi sejak malam syawal dengan teman – teman, sholat idul Fitri di pagi hari, sungkem dengan orang tua, para sepuh dan saudara – saudara dan berkunjung ke rumah tetangga dan segenap keluarga besar.Terkadang terbesit pertanyaan, “Mengapa kita meminta maaf pada mereka kemudian kita menabung dosa lagi?” hmmmm….. 

“Lalu di manakah esensi Idul Fitri itu sendiri?”

Aku merasa tersesat, terjebak dalam pemaknaan yang entah seperti apa. Dalam keterjebakanku, Tuhan seperti mengarahkanku untuk menemukan jawabannya. Kesempatan Idul fitri adalah untuk kembali fitri (suci). Dosa – dosa kita diampuni, direduksi agar tidak menggunung tinggi. Berusaha menjaga agar tak berbuat dosa lebih banyak lagi. Bagaimana jika tak ada Idul Fitri, manusia tidak saling bermaafan, mungkin dosa – dosa kita telah menggunung tinggi. Adalah Hari Kemenangan, bagi umat muslim setelah sebulan lamanya berpuasa, menahan hawa nafsunya.  Namun terkadang, hari kemenangan tersebut tidak benar – benar dimaknai sebagaimana seharusnya, seperti halnya : bermain kembang api dan petasan secara berlebihan yang mengganggu warga dan juga pemborosan. Zaman semakin canggih, paradox semakin sering terjadi.

Jawaban atas pertanyaanku tersebut semakin diperkuat dengan sebuah ulasan singkat yang disampaikan Pak Mahfud MD dalam tayangan sebuah program televisi komedi satire pada suatu malam. Mengutip dari pesan Sunan Bonang, mengenai makna dari ketupat atau “kupat” dalam bahasa Jawa, sebagai makanan tradisi lebaran di jawa berisi beras yang dibungkus dengan daun kelapa (janur) kemudian direbus. Kupat berarti laku sing papat : 4 keadaan yang dianugerahkan oleh Tuhan kepada orang yang berpuasa dengan keikhlasan dan kesungguhan. 4 keadaan itu antara lain :

-          Lebar yakni telah menyelesaikan puasanya dengan melegakan
-          Lebur yakni terhapus semua dosa yang dilakukan di masa lalu
-          Luber yakni melimpah ruah pahala dan amal – amalnya
-          Labur yakni bersih dirinya dan cerah bercahayawajah dan hatinya.

Tak ketinggalan, sebagai pembungkusnya, janur juga memiliki filosofi : Janur (sejatining nur) atau cahaya yang sejati. Perwujudan dari sikap pengasih dan penyayang. Kebahagian yang hakiki adalah jika kita mampu berbagi sesama manusia. Sehingga dengan adanya filosofi tersebut diharapkan kita sebagai manusia dapat bersikap dan berperilaku lembut dan santun terhadap sesama umat sekaligus tegas dan berani melawan ketidakadilan. Semoga bukan hanya menjadi harapan.

Dulu, Idul Fitri adalah : baju baru, sholat id, kue – kue, salam – salaman keliling, mudik ke desa bertemu keluarga besar, dan yang paling penting adalah nominal – nominal dalam kertas yang masih bau baru : salam tempel. Sekarang, mungkin sedikit lebih tidak menggebu – nggebu mengumpulkan salam tempel, dibelikan baju baru ya Alhamdulillah, enggak ya nggak masalah. Intinya bisa berkumpul dan menyambung silaturrahmi dengan keluarga jauh serta menyadari kasih dan sayangNya dalam hati karena kita masih diberi kesempatan untuk bertemu dengan bulan Ramadhan serta Idul Fitri dan berharap semoga masih kita diberi kesempatan untuk bertemu bulan Ramadhan selanjutnya, melanjutkan dan berusaha meningkatkan kualitas serta kuantitas ibadah dan amal kita. Amiin. Wallahu’alam bishowab. 


Referensi tambahan;
Ulasan oleh Arif Gumantia (Ketua Majelis Sastra MAdiun) tentang "Puasa dan piwulang Sunan Bonang" dalam 
http://harian-oftheday.blogspot.com/2012/08/hikmah-of-day-puasa-dan-piwulang-sunan.html


Sumber gambar : www.pingingaul.com

Wednesday, 15 August 2012

Ini Perahu Kertasku



perahu kertas siap berlayar
Perahu kertasku kan melaju

Membawa surat cinta bagimu

Kata – kata yang sedikit gila tapi ini adanya.


2 lembar kertas berwarna pink berisi ungkapan perasaanku padamu yang tak sempat terungkap karena waktu dan kondisi yang membuat semuanya cukup sampai di sini. Karena cukuplah ku tahu apa arti kehadiranku bagimu.
2 perahu kertas itu membawa kisahku dan kisahmu, kekagumanku padamu sampai kekecewaanku padamu.


2 perahu kertas itu kini telah berlayar..
Aliran air sungai ini akan terus membawanya berlayar hingga mereka temukan dermaganya, lalu menepi. 2 perahu kertas ini berlayar bersama, namun mereka mengambil jalur yang berbeda meski pada aliran sungai yang sama. Mereka akan tetap sejalan namun tak akan selalu berjalan beriringan, seperti halnya perasaan kita kan?

perjalanan perahu kertas
Mengalirkan kisah kita bukan berarti aku akan melupakan kenangan itu. Bukan. Bukan pula aku akan melupakanmu. Bukan. Kita bersama bukannya tanpa alasan. Namun kini alasanku untuk bersamamu sepertinya sudah tak ada. Alasan itu telah cukup. Aku ingin semua kenangan dan rasa itu mengalir, mengikuti jalurnya, bukannya mengendap dalam hatiku saja lalu akan membusuk di sana. Mereka bilang, “let it flows”.
Dengan telah kulayarkannya perahu kertasku, telah kulepaskan pula rasaku padamu. Semoga kau temukan dermagamu dan kutemukan dermagaku sendiri.
2 perahu kertas berlayar bersama namun tak berjalan beriringan. Mereka tak tahu apa yang kan menunggu mereka di depan tapi mereka tahu ke mana harus berlayar, melanjutkan perjalanannya, mencari dermaganya, tempatnya berlabuh.


Perahu kertas mengingatkanku betapa ajaib hidup ini
Mencari tambatan hati kau sahabatku sendiri

Hidupkan lagi mimpi – mimpi, (cinta – cinta), cita – cita (cinta – cinta)

Yang lama kupendam sendiri
Berdua kubisa percaya
Kubahagia kau telah terlahir di dunia
Dan kau ada di antara milyaran manusia
Dan ku bisa dengan radarku menemukanmu
Tiada lagi yang mampu berdiri halangi rasaku cintaku padamu

15082012 @11.02 am
*Inspired by ost Perahu kertas – Maudy Ayunda

Friday, 10 August 2012

A little big thing from "Starting from A"

Tadi siang saya datang di acara seminar tentang “Disability awareness”. Diadakannya seminar ini oleh dekanat FIB bukannya tanpa sebab, tapi karena tahun ini di UB membuka jalur masuk untuk orang – orang yang mengalami “kekurangan” seperti tuna rungu, tuna netra, tuna daksa dan FIB mendapat mahasiswa baru tersebut dengan jumlah yang paling banyak di antara fakultas lainnya. Sehingga perlu adanya pengetahuan bagaimana cara menangani mahasiswa dengan kemampuan special itu dalam lingkungan akademik. Selain itu, acara ini juga akan dilanjutkan dengan ceramah agama dan ditutup dengan acara buka bersama untuk merayakan dies natalis FIB yang ke-3 dan peresmian lantai 1 gedung baru FIB (sebenarnya ini nih yang paling dinanti :P #ups)
Oke, kembali ke seminar tadi. Awalnya saya tidak terlalu tertarik dengan undangan tersebut, tapi karena saya didelegasikan oleh ketua DPM ya sudah saya ikuti saja, itung – itung dapet pengetahuan baru :p Pembicara dalam seminar ini adalah penggagas adanya program seleksi mahasiswa difabel di Universitas Brawijaya (sebagai pioneer universitas yang membuka kesempatan akademik bagi para difabel di indonesia), yakni bapak Slamet Tohari. Beliau berjalan menggunakan kruk namun tak menghalangi beliau untuk mencari ilmu, bahkan beliau akan melanjutkan studinya untuk S3. Beliau menyampaikan mengenai apa itu difabel, sensivitasnya serta cara menanganinya. Selain itu, beliau juga menampilkan sebuah film pendek berjudul :

“Starting from A”


Diceritakan ada seorang perempuan penyandang tuna netra yang berteman dengan laki – laki penyandang tuna rungu dan bisu. Awalnya, perempuan itu mengajari laki – laki tersebut mengucapkan huruf A. kemudian mereka melakukan sholat, perempuan itu membentangkan sajadahnya namun terbalik arahnya dan si laki – laki membetulkan posisi sajadahnya. Terjadi hal yang cukup unik, si perempuanlah yang menjadi imam bagi laki – laki bisu tersebut. Hal tersebut diketahui oleh sang ibu perempuan itu. Ibunya mengatakan bahwa si perempuan itu sudah seharusnya mencari seorang suami dan beliau mengatakan bahwa imam itu harus lelaki, jika seorang lelaki tidak dapat menjadi imam, ia tidak pantas disebut lelaki. 
Ditampilkan juga saat perempuan tersebut mengirimkan sms pada lelaki itu. Saya cukup heran, bagaimana mungkin seorang tuna netra bisa sms-an? Namun Ternyata ia juga dapat melakukan hal – hal yang biasa dilakukan orang – orang normal yang kita anggap tidak mungkin. Si perempuan memakai sebuah kacamata hitam yang 1 lensanya lepas namun ia tidak mengetahuinya. Ia pun diajak oleh laki – laki itu ke toko kacamata dan dipilihkannya salah satu. Si laki – laki menanyakan harga pada penjualnya yang sayangnya si penjual tidak memahami maksud laki – laki bisu itu. Ia pun menjelaskan pada perempuan itu melalui bahasa isyarat dengan tangan yang hanya dapat dipahami si perempuan yang lalu disampaikan kepada si penjual. Sungguh komunikasi yang unik!
Pada kesempatan lainnya, perempuan tersebut kembali mengajari laki – laki itu untuk mengucapkan kata : akbar. Berulang – ulang hingga lancar. Bahkan untuk memastikan, si perempuan memegang mulut laki – laki itu untuk mengetahui pelafalannya. Hal yang lucu adalah saat si perempuan meraba dada si lelaki sambil bergantian dengan meraba dadanya lalu meraba ke bagian bawah laki – laki itu. Hal tersebut bukanlah menjadi tabu bagi seorang tuna netra, karena hanya dengan indra peraba ia mampu mengetahui sesuatu yang tak dapat bersuara.
Hingga tiba di scene akhir yakni si laki – laki kini menjadi imam sholat bagi si perempuan. Laki – laki itu akhirnya  mampu melafazhkan : Allahu Akbar. 

Ya, itulah sekelumit kisah tentang simbiosis mutualisme seorang tuna netra dan tuna rungu – bisu. Film ini benar - benar menginspirasi. Dalam berkomunikasi, mereka memanfaatkan benar apa yang mereka miliki. Seorang tuna netra memanfaatkan indera bicara dan perabanya sementara seorang tuna rungu – bisu benar – benar memanfaatkan indera penglihatan dan perabanya dengan baik. Dengan demikian komunikasi tetap berjalan meskipun mereka memiliki kekurangan tersebut. Saya yakin, meskipun mereka memiliki kekurangan namun di sisi lain Tuhan memberi mereka kelebihan yang tak dimiliki oleh orang – orang normal pada umumnya. Mereka tetap memiliki kesempatan dan hak yang sama dengan orang – orang di sekitarnya. Jangan pernah membuat mereka merasa berbeda dengan bertanya yang aneh – aneh seputar ketidaksempurnaannya, mereka adalah orang – orang yang memiliki sensitivitas yang cukup besar. Banyak kita jumpai di sekitar kita tentang orang – orang difabel ini yang justru memiliki prestasi yang luar biasa. Seperti Beethoven, composer besar yang mengalami tuli, Yoo Ye-eun pianis muda berbakat diri korea selatan yang tuna netra, serta masih banyak contoh yang lainnya. Mereka tentunya memiliki motivasi yang kuat yang harus kita tiru. Menjadi sebuah perenungan bagi saya dan kita semua yang memiliki indera yang lengkap, kesempatan yang banyak, namun seringkali kita mengeluh tentang beratnya jalan hidup kita. Coba kita tengok mereka yang tak dapat melihat sehingga harus dibantu dengan huruf Braille, mereka yang tak bisa mendengar sehingga tak dapat berbicara, sudahkah kita bersyukur atas karunia Tuhan berupa tubuh yang sempurna dan sehat ini? Sudahkah kita maksimal dalam usaha meraih impian serta melakukan hal – hal yang bermanfaat bagi sekitar? Hanya hati kecil kita masing – masing yang dapat menjawabnya.
 image from : http://en.wikipedia.org/wiki/File:Disability_symbols_16.png


10092012. 09.09 pm

Monday, 6 August 2012

Perjalanan napak tilas The Founding Father :D (29 – 30 Januari 2012)



Pagi buta hari Minggu itu, aku dan sahabat – sahabatku telah menyisir jalanan menuju stasiun kota baru. Kami berlima yang terdiri dari Aku, Tami, Lono, Mifta dan Lutfi (pacarnya Mifta) berjalan kaki beriringan sambil tertawa – tawa. Maklum, jarum jam masih mengarah ke angka 4 dan belum banyak kendaraan yang lewat. Jalanan serasa milik kami berlima :D
BLITAR!!

nenek di kereta pagi
Ya itulah destinasi kami hari ini. Kami berlima ditambah dengan sahabatku,Mega, akan “mbolang” ke sana dengan ular besi pagi. Peluit sudah ditiup oleh petugas stasiun dan kami bergegas mencari tempat duduk. Suasana masih lengang. Serasa gerbong sendiri deh. Dan.. baru kali ini aku merasakan sholat di kereta. Hehehe. Maklum, aku jarang naik kereta, apalagi yang waktu keberangkatannya mepet waktu sholat seperti ini. Kami berlima duduk 1 kompartemen, sementara itu di seberang kami duduk seorang nenek yang duduk sendirian. Awalnya aku kira nenek ini seorang pedagang, namun tebakan ku salah. Beliau pun kemudian bercerita kepada kami bahwa ia baru saja menjenguk cucunya yang juga kuliah di UB. Dari cara beliau bercerita terpancar kebanggaan seorang nenek dari daerah mbangil karena cucunya berhasil kuliah di sebuah universitas negeri di Kota Malang :D  Dan yang menjadi sorotanku ketika itu adalah beliau membeli dan membaca koran meski berada di kereta api. Semangat nenek itu tiba – tiba menjalariku seperti sengatan aliran listrik. Usia bukan halangan untuk nggak update dengan kondisi masyarakat sekitar kan?


Dan setelah 2 jam perjalanan melewati sawah, jalanan, terowongan, hutan, jurang dan sungai yang wow dihiasi dengan kabut juga, sampailah kami di kota kelahiran Bung karno tersebut. Oh iya, di kota ini, kami akan ditemani oleh sahabat kami Mukhlis yang asli Blitar.  
Perjalanan dimulai dari stasiun Blitar dan dilanjutkan dengan berjalan ke arah balaikota Blitar lalu makan pecel Blitar di alun – alun Blitar. Lesehan di bawah pohon. Hmmm..sarapan mantap. Setelah itu, kami melanjutkan ke masjid Agung Blitar untuk.... menumpang mandi :p dan sholat Dhuha sebelum memulai petualangan panjang.hehehe.

sarapan pecel blitar di alun - alun
 Oke, setelah merasa segar dan kenyang kami berjalan ke alun – alun Blitar. Tidak beda jauh dengan alun – alun kota pada umumnya, alun – alun kota Blitar ini dikelilingi oleh bangunan – bangunan penting seperti masjid agung, balaikota, gedung milik pemerintah, pertokoan, bank, dll. Di jantung alun – alun terdapat sebuah pohon beringin besar yang diberi sangkar. Konon pohon tersebut mengandung mitos. Kami pun asyik berfoto – foto di sana dan malangnya, karena terlalu bersemangat..aku sampai jatuh tersungkur di lantai alun – alun karena tidak melihat ada undakan kecil di depanku. Eh bukannya menolong, sahabat – sahabatku ini justru menertawakanku. -.-“
Nah ini nih yang menarik perhatianku...
alat fitnes tradisional :p
Sebuah alat dari besi yang mirip alat fitnes yang dijual di tivi – tivi itutuh..yang harganya selangit. Yapz dapat kita temukan juga di sini. Bentuknya hampir mirip mainan anak – anak di TK tapi setelah kita perhatikan sepertinya alat – alat tersebut untuk berolahraga.
  
Selesai di alun – alun tujuan kita selanjutnya adalah rumah Bung karno. Bagaimana kita pergi ke sana? Naik angkot? non! Kita akan ke sana dengan berjalan kaki. Ya namanya juga BOLANG! Hahaha. Siaaaappp graaakk! Majuuuu jalaaann!! ^^

*Rumah Bung Karno*
di rumah bung karno
bersama mobil AG 390 N
Rumah bergaya joglo yang dikelilingi halaman yang cukup luas dan ramai oleh penjual itu adalah rumah Bapak Proklamator kita. Sebelum masuk kita harus melepas sepatu. Di dalam rumah tersebut banyak sekali barang – barang lama yang masih tampak terawat. Mulai foto – foto bung karno beserta keluarganya, furniture ruang tamu, kamar tidur, ruang makan sampai dapurnya pun tetap terjaga dan terawat. Di bagian belakang pun terdapat mobil Bung Karno, mobil kuno berplat nomer AG 390 N dan berlabel lencana merah putih berwarna hitam. Wah..serasa kembali ke zaman kemerdekaan dan dekat dengan kehidupan keluarga orang nomer 1 di Indonesia itu.
peramal primbon
Hal unik lainnya adalah adanya seorang lelaki yang meramal menggunakan hitungan primbon di halaman depan rumah Bung Karno. Orang tersebut sangat menguasai ilmu hitung – menghitung orang jawa seperti untuk menentukan jodoh dan mencari tanggal baik berdasarkan weton. Namun demikian hal tersebut dikembalikan lagi kepada yang diramal mempercayainya atau tidak.
Perjalanan kami pun berlanjut, akhirnya kami sampai di sebuah taman bermain dengan beberapa permainan anak – anak seperti odong – odong, jungkat – jungkit, cangkir putar dan sebagainya. Tampak para orang tua sedang mengawasi anak – anak kecilnya bermain – main. Di situ kita juga dapat menemukan beberapa penjual kuliner khas Blitar seperti pleret. Hmm..nama yang aneh. Pleret adalah makanan berwarna putih dan pink yang terbuat dari tepung beras yang dibentuk bola – bola dan diisi dengan gula merah. Pleret ini dimakan bersama dengan santan, seperti dawet. Ketika kita makan, gula yang ada di dalam pleret itu pecah dan menyebarkan rasa manis. 
*Monumen Perjuangan
power ranger : beraksi!!
Sebagai kota yang sangat menghargai sejarah dan jasa para pahlawan terdahulu, Blitar membuat sebuah monumen perjuangan. Monumen ini menggambarkan perjuangan para tentara dan rakyat Blitar dalam mengusir penjajah dan sekaligus mengingatkan generasi saat ini akan semangat juang yang menggelora demi memerdekakan bangsa ini. Ini dia nih gambar monumennya. Terasa sekali kan semangat juangnya! MERDEKA! ^^9




*Taman Makam Pahlawan
Tak jauh dari monumen tersebut, terdapat komplek taman makam pahlawan.  
bersama ibu penjual jamu
Oke, perjalanan pun kami lanjutkan. Sementara badan semakin lelah sedangkan sang raja siang semakin terik menyinari bumi. Pantas saja..saat itu jam menunjukkan pukul 12 siang. Tenggorokan kami rasanya haus banget. Panas – panas gini paling pas minum yang seger – seger. Dan voila.. akhirnya kami berjodoh dengan ibu penjual jamu. Hahaha. Tak tanggung – tanggung kami membeli sebotol jamu untuk  beramai – ramai dan karena adanya memang tinggal sebotol. Hiks! Itung – itung buat nambah tenaga juga kan? Karena memang telah menjadi kebiasaan, kami pun nggak pernah melewatkan moment – moment tanpa narsis. Dan..jadilah kami berfoto bersama our hero this noon. Ibu penjual jamu! Yeaaa Laris manis dah bu!
Setelah minum jamu, kami istirahat sebentar untuk menunaikan ibadah sholat dhuhur di sebuah masjid yang kosong, maklum saat itu hari Minggu dan karena masjid ini adalah masjid sebuah kantor maka tak ada orang. 
*Areal Makam Bung Karno*
Dengan pengarahan dari guide kami yang baik hati dan mau kami repotin *ehem*, sampailah kami di areal makam Bung Karno. Ya, ternyata areal ini tidak hanya terdapat makam, melainkan ada museum Bung Karno, outdoor amphiteater, perpustakaan dan sebuah pasar tradisional yang menjual beraneka macam oleh – oleh khas Blitar.
Yuk kita bahas satu per satu apa aja yang ada di dalamnyaa.... yuukkk mariii...
saya dan lukisan potrait bung karno
Pertama kali kita memasuki areal tersebut akan terlihat sebuah outdoor amphiteater yang cukup besar. Di sini sering kali diselenggarakan pertunjukan teater, terutama saat malam hari. Wah,,,pasti keren ya..
Kemudian kami memasuki museum Bung karno. Nah..di museum ini terdapat lukisan potrait Bung Karno yang konon terlihat detak jantungnya. Nah lhoo?! Pasti pada nggak percaya kan?  Awalnya aku juga nggak percaya, mana ada lukisan yang bisa terlihat gerakan detak jantungnya. Dan setelah diperlihatkan lebih cermat oleh si Mukhlis, ternyata benar. Ada semacam gerakan konstan seperti detak jantung tepat di dada sebelah kiri gambar bung karno. Entah apa itu sebenarnya, masih merupakan suatu misteri buat kami.
Selain itu, di dalam museum tersebut ada berbagai macam lukisan dan foto – foto para pahlawan dan juga hal – hal yang berhubungan dengan perjuangan merebut kemerdekaan. Ada juga alat – alat yang digunakan untuk mendukung perjuangan, seperti senapan.
Setelah itu kami beralih ke perpustakaan Bung Karno, tapi sayang kami tidak jadi masuk karena suatu hal. Jadilah kami ngemper sejenak melepas lelah ditemani angin semilir yang bikin ngantuk. Hoaahhmm -o-“
Hari semakin siang dan matahari semakin terik. Akhirnya kami sampai di makam Bung karno. Saat kami datang, telah banyak para peziarah yang melakukan doa bersama. Akhirnya kami juga diam sejenak seraya mendoakan Bapak Proklamator kita yang sangat dikagumi itu. Sebuah kontemplasi muncul di benak saya, betapa kharisma seorang Bung Karno masih tetap terasa meskipun beliau telah tiada. Berkat jasa – jasanya dalam mewujudkan kemerdekaan Indonesia ini beliau telah memiliki ruang tersendiri dalam hati rakyat Indonesia. Kemampuan leadershipnya patut diteladani oleh segenap generasi penerus bangsa saat ini. Kurang bijak memang jika kita melakukan perbandingan terhadap presiden satu dengan presiden lainnya karena mereka masing – masing memiliki karakter kepemimpinan yang berbeda – beda dan memiliki sisi positif dan negatifnya. Namun presiden dan juga para pemimpin saat ini haruslah belajar dari pemimpin – pemimpin terdahulu. Oleh karena itulah Bung karno dalam pidatonya pernah menyatakan “Jangan sekali – sekali melupakan sejarah” atau yang biasanya disingkat dengan JASMERAH. Pemimpin – pemimpin terdahulu mana pernah ada yang terlibat kasus korupsi demi memakmurkan kantong sendiri, karena pada saat itu kemerdekan RI lah yang menjadi tujuan utama mereka. Sekarang ketika negara ini telah mengenyam kemerdekaan (meski belum dapat dikatakan benar – benar merdeka sih) apakah ini balasan yang kita berikan untuk mengisi kemerdekaan? Kasus korupsi dimana – mana digembar – gemborkan media, kesejahteraan rakyat yang belum dapat merata, konflik antar ormas dll dsb. Tanyakan pada diri kita sendiri, apakah kita sudah melakukan sesuatu untuk mengisi kemerdekaan yang dicita – citakan para pahlawan terdahulu? Jika belum, apakah yang dapat kita lakukan? Segera cari tahu jawabannya sebelum terlambat 
tangga menuju makam bung karno
               
 Selesai berdoa, kami menuju pintu keluar yang ternyata sangat jauuuhh sekali (karena kami harus melewati pasar oleh – oleh yang tampak seperti labirin ). Suasana panas, lapar dan lelah menyelimuti kami. Setelah puas makan siang, hal – hal bodoh dan gila terjadi pada rombongan kami. Sahabat kami si mukhlis pulang ke rumahnya dengan dokar, bersama Lono, kemudian ia menjemput kami untuk ke rumah kakaknya supaya lebih dekat. Saat itu aku bersama Lono dan mega di 1 sepeda motor. Sementara itu tiba – tiba hujan turun dengan sangat lebat dan kami nggak bawa jas hujan. Jadilah kami berhujan – hujan ria sambil ngebut. Brrrr...
                Akhirnya kami beristirahat di rumah kakak Mukhlis samil mengeringkan pakaian kami yang basah kuyup. Untungnya bawa baju ganti meskipun bekas dipakai tidur semalem -__-! Capek banget setelah melakukan perjalanan (benar – benar jalan kaki dari stasiun Blitar sampai makam Bung karno) Kamipun dijamu dengan istimewa..Alhamdulillah bener-bener sesuatu sampai akhirnya kami pulang dan diantar ke stasiun dengan sistem “imbal” seperti tadi. Sesampainya di stasiun Blitar kami heran, mengapa pintu stasiun terkunci? Ya, kami mendapat tiket jam 7 malam. Jam sudah menunjuk pukul 7 lewat dan kereta api serta penumpang tak kelihatan sama sekali. Entah karena kecapekan atau polosnya kami, tak ada satupun dari kami yang tahu apa penyebab keanehan tersebut. Hingga akhirnya kami bertanya pada pak satpam stasiun. Setelah kami diberi tahu penyebabnya, kami pun tertawa terbahak – bahak lalu terdiam. Di mana kami akan tidur malam ini?? 0__0 Ya kami tidak bisa pulang ke Malang malam ini. Anda tahu kenapa sodara – sodara??
Penyebabnya adalah ini : “Perhatikan jam keberangkatan 07:20”
tiket kereta api pulang kontroversial
Kami membeli tiket pulang tersebut jam setengah 7 pagi, sesampainya kami di stasiun Blitar. Kami kompak mengira bahwa kereta pulang adalah jam 7.20 malam, padahal yang tiket tersebut adalah untuk kereta tujuan malang pukul 7.20 PAGI. Hahahaha. Pantas saja sudah tidak ada tempat duduk :p
Bisa dibayangkan kami tidak tahu harus kemana malam itu, ke tempat Muukhlis adalah hal yang mustahil. Beruntung sekali saat itu, tantenya Mega yang orang Blitar sudah pulang dari Malang. Beliau dan keluarganya menjemput kami yang sudah lemas terkulai di depan pintu stasiun yang semakin sepi dengan mobil. Jadilah kami menumpang di rumah tantenya Mega dan pulang ke malang keesokan paginya jam setengah 5. 
What a bolang story!see you on next story :)

Written at 05082012 - 11.56 pm