Wednesday, 26 December 2012

Februari Ceria di Pulau Lombok (9 - 15 Februari 2011) Part II

Part II
Hari ke-4 : 12 Februari 2011 Go to Gili Trawangan Island
Hari ini matahari bersinar sangat cerah. Secerah semangat kami untuk menuju tempat yang menjadi tujuan kami selanjutnya : Gili Trawangan.  Excited ! menjadi sebuah sensasi tersendiri ketika kami akan mengunjungi sebuah tempat baru.


suasana di atas mobil pick up
 
Dengan menggunakan mobil pick up kami meluncur ke pelabuhan tempat kapal yang akan mengantar kami ke Gili Trawangan. Di atas pick up kami bernyanyi, bercanda, sambil melihat – lihat pemandangan alam sekitar, apalagi ketika kami melewati hutan dan sebuah pantai yang indah. Pantai Malimbu. Mata kami benar – benar dimanjakan dengan pemandangan yang sangat indah dan natural, serta hidung kami dimanjakan dengan udara yang sangat bersih. namun sayang cuaca cukup mendung saat itu.

Gili trawangan merupakan salah satu dari 3 pulau kecil di sebelah barat laut Pulau Lombok. Selain Gili Trawangan ada juga Gili Air dan Gili Meno. Gili Trawangan merupakan salah satu destinasi yang paling digemari oleh para wisatawan mancanegara. Tak disangka saat itu kami bertemu dengan 2 orang turis yang berasal dari Prancis yang ternyata adalah sepasang suami istri yang sedang bulan madu, sehingga kami dapat sekaligus mempraktekkan bahasa yang kami pelajari. Kami pun naik di kapal yang sama dengannya.

Gili sendiri memiliki arti Pulau. Perjalanan laut kami menaiki kapal kecil ini tak berlangsung lama, kalau tidak salah sekitar 1-2 jam. Beruntung cuaca cerah dan laut cukup tenang. Sesampainya di Gili Trawangan kami terpesona pada pemandangan yang ditawarkan oleh pulau yang memiliki panjang 3 km dan lebar 2 km ini, kami seakan – akan berada di sebuah pulau di kawasan Eropa atau Amerika. Bagaimana tidak? Pulau ini dipenuhi dengan wisatawan asing kulit putih yang ingin membuat kulitnya berwarna coklat. :D


selamat datang di gili trawangan
 

pantai gili trawangan
 
Di Gili trawangan kami menginap di sebuah cottage milik teman ayah Pradhita sehingga kami mendapat harga yang cukup terjangkau untuk 2 hari 1 malam. Cottage bernama “turtle” ini memiliki desain yang unik. Bangunannya seperti rumah sasak dengan ijuk sebagai hiasan atapnya.  Cottage ini hanya terdiri dari sebuah kamar dan sebuah kamar mandi yang berada di luar kamar dan tidak ada atapnya. O-ow! Hahaha.

Kegiatan kami setelah beristirahat sebentar adalah snorkeling! Yihaaaaa! This is my first time doing this. Dengan menyewa 2 pasang life jacket dan snorkel, kami pun bergantian snorkeling. Pengalaman pertama selalu bikin deg-degan. Menyenangkan sekali bisa melihat terumbu di karang di bawah perairan laut Gili Trawangan. Terumbu karang tersebut harus benar – benar dijaga kelestariannya agar anak cucu kita di masa mendatang juga dapat menikmati keindahannya.


snorkling

Tak jauh dari penginapan kami, juga terdapat penangkaran penyu. Banyak telur – telur penyu serta anak – anak penyu di sana yang memang dijaga untuk dikembangbiakkan.  Anak – anak penyu itu diletakkan di kotak – kotak kaca yang diberi air. Lucu sekali.

anak - anak penyu

Sore harinya, kami menyewa sepeda untuk berkeliling pulau. Kendaraan yang diperbolehkan beroperasi di sana hanya sepeda dan cidomo (sebutan untuk dokar/andong) khas Lombok. Kami melintasi pesisir pantai untuk dapat menikmati matahari terbenam di ujung pulau dekat kawasan hutan. Selama perjalanan bersepeda kami bernyanyi – nyanyi, bahkan beberapa turis prancis di jalan yang mendengar nyanyian kami pun ikut tersenyum dan saling menyapa (saat itu kami menyanyikan “aux champs elysees”).


bersepeda sore hari

Kami beruntung sekali saat itu langit cerah sehingga kami dapat menikmati sunset yang indah tersebut.


senja di pantai gili trawangan
 
Subhanallah…le crepuscule etait pittoresque! ^^ Tak heran banyak sekali wisatawan yang berlomba – lomba mengabadikan moment berharga tersebut dengan kameranya. Sejenak aku terdiam memandangi pertunjukan alam tersebut sambil memainkan imajinasiku. Hmmm…..

Gelap mulai turun, kami pun kembali ke penginapan untuk sholat maghrib. Pesan ibu sebelum berangkat selalu terngiang di kepalaku, meski liburan ke mana pun kami pergi, untuk tidak lupa menunaikan kewajiban. Sebagai wujud syukur, karenaNya lah juga kami dapat menikmati keindahan alam ciptaanNya.

Selama perjalanan menuju penginapan, kami melewati deretan pepohonan hutan yang sudah gelap. Kemudian kami melewati deretan pesisir yang sangat indah di malam hari. Ada sebuah pohon besar yang dihiasi lampu warna – warni, restoran di tepi pantai yang didesain khusus : sangat romantis ! Aneka macam penginapan, mulai cottage, bungalow, hotel sampai villa, aneka macam restoran, cafe, dan bar, tempat penyewaan peralatan menyelam, galeri lukisan dan tatoo, kedai suvenir sampai toko buku pun ada. Ini adalah hal khusus yang aku tandai, sangat kontras dengan kebiasaan kita di sini adalah bahwa wisatawan asing meski sedang berlibur tidak pernah lupa untuk membaca buku atau novel. Bahkan aku menjumpai beberapa gadis dan lelaki blonde yang berbahasa spanyol masih membaca novel tebal dalam perjalanan di kapal. Minat baca mereka yang tinggi itu pantaslah kita tiru ^^

Oh ya selain tempat – tempat tersebut, di jalanan yang agak menjorok ke bagian tengah pulau, juga terdapat pemukiman penduduk lokal lho.. mereka kebanyakan bermata pencaharian sebagai pedagang, nelayan, atau bekerja di resort. Tak lupa di sana juga ada sebuah masjid dan rumah sakit.
Ada banyak kegiatan yang bisa dilakukan di sini, antara lain : snorkeling, diving, surfing, bersepeda, berenang, memancing, berkuda, dll. Ada juga lho menyelam bersama hiu.

Setelah dari penginapan, kami melanjutkan kembali mengeksplor suasana malam Gili Trawangan. Kami pun mencoba untuk berhenti di sebuah restoran di tepi pantai dan kami hanya memesan salad buah dan beberapa gelas jus buah. Rasanya harga makanan di sana sangat tidak bersahabat dengan kantong kami yang ala backpacker ini. Hehehe.

suasana malam di gili trawangan


pohon cahaya :)

Malam semakin larut namun suasana di sana semakin ramai dan heboh. Bar – bar dipenuhi oleh turis asing yang sedang menonton pertandingan sepak bola. Lalu kami berhenti di sebuah gazebo yang didesai khusus untuk pasangan yang sedang berbulan madu. Sepertinya mereka baru saja makan malam romantis di sana. Bahkan mereka mengabadikan kenangan mereka di pasir pantai seperti ini :

le diner romantic

Hmmmmm……. Lagi – lagi, imajinasi di kepalaku bermain – main membayangkan makan malam di sini bersamaaaaa……. Ah sudahlah. Sudah cukup sepertinya untuk tidak memperpanjang perasaan itu.

Angin pantai bertiup semilir, bintang – bintang di atas sana berkerlap – kerlip indah dan tak terhalang oleh awan mendung. Aku mulai lelah, namun tidak dengan sahabat – sahabatku yang masih saja ingin terus mengeksplor eksotisme pulai ini. Kulihat jam sudah lewat dini hari. Aku pun mulai merajuk untuk segera kembali ke penginapan. Rasanya penat sekali, sungguh!
Akhirnya kami pun kembali ke penginapan dan tidur. Beberapa saat setelah kami memejamkan mata, entah sudah berapa lama aku tak menyadarinya, sebuah suara membangunkanku. Suara hujan dan angin! Badai! Seketika rasa takut pun menjalariku. Saat itu kulihat jam menunjukkan pukul 3 pagi. Suara botol – botol plastik berjatuhan di kamar mandi di belakang penginapan serta suara pintu yang terguncang angin semakin menambah debar jantungku. Ya Tuhan..aku sangat takut, apalagi posisi kami adalah di sebuah pulau kecil di tengah lautan, kalau tenggelam terkena badai bagaimana, kalau hancur terkena tsunami bagaimana, ah beginilah kecemasan anak kota yang tidak pernah tinggal di pantai sebelumnya. Setelah berdoa dan menenangkan diri akhirnya aku bisa tertidur lagi dan bangun keesokan paginya dengan selamat.


Hari ke-5  : 13 Februari 2011 – Back to Lombok Island

Bonjour Gili Trawangan
Matahari bersinar terang dan langit tampak biru cerah. Pagi yang damai seakan tak ada sisa – sisa badai yang terjadi semalam. Beginikah Gili Trawangan menyimpan misterinya ? Benar – benar takjub ku dibuatnya. Akhirnya pagi itu sebelum kami harus meninggalkan pulau ini, kami sarapan terlebih dahulu. Aku memesan pancake nanas. Hmm…tampaknya lidahku kurang bersahabat dengan nanas, aku pun tak menghabiskan sarapanku itu.


sebelum kembali ke lombok
 
Setelah itu kami berkemas dan menyempatkan untuk berfoto sejenak hingga kapal boot yang akan membawa kami pulang ke Pulau Lombok tiba. Di kapal tersebut lagi – lagi aku takjub, dalam sebuah kapal boot berisi sekitar 20-an orang ini aku melihat manusia dengan berbagai ras, suku, agama, bangsa dan bahasa tumpah jadi satu dengan damai. Menoleh ke kanan, tampak orang – orang berwajah latin berbicara bahasa spanyol, ke kiri tampak orang – orang berwajah amerika berbahasa inggris, ke belakang tampak ibu – ibu pribumi Lombok berbahasa Lombok, sementara kami dari jawa dan berbiacara bahasa jawa. Benar – benar replika miniatur sosial kehidupan berbangsa bernegara tampak di atas papan kayu yang mengapung di atas lautan ini.

Tampaknya kedamaian itu tak berlangsung lama. Lautan tiba – tiba bergelombang besar. Perahu oleng dan berguncang cukup keras. Kata orang – orang ini musimnya cacing laut naik ke permukaan. Entah benar atau tidaknya cerita itu, namun cukup membuatku mual dan deg-degan. Pikiran bagaimana jika kami tenggelam selalu terngiang – ngiang. Akhirnya kami hanya mampu memanjatkan doa sesuai keyakinan kami masing – masing.

Akhirnya kami sampai di pelabuhan dengan selamat. Alhamdulillah. Setelah itu kami melanjutkan perjalanan pulang dijemput dengan pick up yang mengantarkan kami kemarin. Kami kembali melewati jalanan berkelok dengan tebing di sebelah kanan dan jurang di sebelah kiri. Mirip kontur jalanan di Batu-Coban Rondo. Oke perjalanan di laut tadi ditambah dengan perjalanan darat ini total membuat mualku semakin menjadi. Alhasil selama perjalanan pulang itu aku kurang menikmati karena mual dan pusing. Bahkan ketika kami berhenti sejenak di tepi hutan yang banyak terdapat monyetnya,

hutan monyet

rasa tidak enak itu tak juga hilang. Selain itu, udara dan cuaca yang panas juga membuatku ingin cepat sampai di rumah Dhita di Mataram dan beristirahat agar esok bisa kembali menyisir sisi lain kehidupan di pulau eksotis ini lagi

Beberapa quotes Ibnu Batutah, seorang petualang asal Maroko mengingatkanku :

Traveling, it makes you lonely, then gives you a friend.”
“Traveling, it offers you a hundred roads to adventure and gives your heart wings.”
“Traveling, it leaves you speechless, then turns you into a storyteller.”
“Traveling, it captured my heart and now my heart is calling me home.”
“Traveling, it gives you a home in a thousand strange places, then leaves you a stranger in your own land.”
“Traveling, all you have to do is take the first step.”
 

Bersambung……

Tuesday, 25 December 2012

Februari Ceria di Pulau Lombok (9 - 15 Februari 2011) Part I


Semua ini berawal dari sebuah perbincangan cukup serius di tengah – tengah kebosanan kelas Grammaire semester 4 bulan Januari. Saat itu aku dan teman – teman merencanakan sebuah perjalanan. Sebuah ide yang terlintas di antara kami adalah perjalanan ke Lombok. Yupz! Lombok, sebuah pulau yang indah berada di sebelah timur Bali. Ide yang cukup menarik, apalagi salah seorang sahabat kami yang bernama Wayan Windya Pradhita  berasal dari Lombok. Yes! He’ll be our guide^^. Setelah mencari informasi sana – sini serta perdebatan panjang kali lebar, akhirnya kami berangkat bertiga. Aku, Indri dan Yudhis. Dan Mas suta yang menyusul beberapa hari kemudian bersama seorang teman dari Brazil. Jadilah kami bertiga naik bis Malang  - Mataram (Titian Mas) sore itu.
Sehari sebelum keberangkatan kami, sebuah percakapan dengan seseorang membuatku kehilangan semangat. Bagaimana tidak, teman yang kusukai diam – diam itu menceritakan padaku bahwa dirinya sedang menyukai seseorang kakak kelas yang sepertinya kukenal juga. Mendadak percakapan kami yang biasanya terasa menyenangkan, kali itu terasa hampa dan ingin ku akhiri secepatnya. Rasanya sakit hati setahun yang lalu muncul kembali. Hmmm.. Maka sore itu, 9 Februari 2011, aku pergi sejenak dari kelelahan dan kehampaan udara kota kelahiranku tersebut. Aku ingin merasakan bagaimana rasanya rindu rumah dan rindu kampus. Malang, aku pamit.

'Certainly, travel is more than the seeing of sights, it's a change that goes on deep and permanent in the ideas of living" (negeri van oranje)

Perjalanan Malang – Mataram ini cukup melelahkan karena perjalanan kami ini memakan waktu 24 jam. Melewati berbagai kota di sepanjang timur jawa Timur, menyeberangi 2 selat yakni selat Bali dan selat Lombok, serta melintasi Pulau Bali dengan segala keeksotisannya. Bahkan aku dan Indri  sempat hampir tertinggal bus di rumah makan di Pasir Putih gara – gara kami ke kamar mandi terlalu lama :p

Kami menyeberang selat Bali pada dini hari dan keesokan paginya, matahari Pulau Dewata menyapa kami dengan gagahnya. :) Bali, 10 Februari 2011, aku datang lagi untuk yang ke-3 kalinya, meski hanya mampir lewat saja namun cukup berkesan untuk mewarnai liburanku kali ini. Pemandangan desa – desa di Bali sangat menyejukkan mata apalagi dengan teraseringnya yang disebut dengan subak. Indah!

Setelah beberapa jam membelah daratan Bali, sampailah kami di ujung timur Pulau Bali, Pelabuhan Padang Bay. Kata seorang teman seperjalanan, kalau beruntung kami bisa menemukan lumba – lumba di perairan ini. Namun sayang kami tidak melihatnya siang itu. Meski demikian kami sangat bahagia karena kami menggunakan sebuah kapal laut yang keren untuk melewati Selat Lombok. Mulai dari deck nya sampai kamar dan toiletnya pun sangat nyaman dan modern. Perjalanan laut 4 jam dari Padang Bay ke Pelabuhan Lembar pun terasa menyenangkan meski tubuh sudah kelelahan.

Menginjakkan kaki pertama kali di Lombok, kami disuguhi pemandangan yang amboooii.. indahnya !
Kami pun melintasi kawasan pedesaan. Kontras dengan Bali yang dapat dijuluki Pulau seribu pura, Lombok dapat dikatakan pulau seribu masjid. Setibanya kami di terminal mataram, sahabat kami menjemput kami dengan mobil. Kami berkenalan dengan seorang kawan bernama Dita, yang nantinya, aku dan Indri diperbolehkan untuk menginap di rumahnya. Sedangkan Yudhis akan menginap di rumah Pradhita. Tawaran menginap di pulau orang adalah sesuatu yang sangat berharga bagi kami yang melakukan perjalanan dengan menerapkan prinsip backpacker. Tapi setidaknya kami juga tahu diri dengan membawakan oleh – oleh untuk tuan rumah.

Hari itu kami diajak untuk mencicipi kuliner khas Lombok, yakni ayam Taliwang dan sate rembige yang rasanya maknyussss!! Ayam taliwang adalah masakan ayam yang diberi bumbu berwarna merah dan rasanya cukup pedas. Ayam taliwang ini biasanya disajikan dengan plecing kangkung, semacam tumis kangkung khas Lombok. Dari 5 bintang, bolehlah ayam taliwang ini dapat 4,5 meskipun rasanya pedas menggelora^^. Selanjutnya adalah sate rembige. Sate yang terbuat dari daging sapi ini rasanya cukup manis dan berwarna merah. Enak sekali. Disajikan dengan lontong atau nasi dan juga dengan pepes ikan. Wajib dicoba deh karena kami sampai ketagihan :p


ayam taliwang
                         
menikmati sate rembige :)
Malamnya kami diajak ke pantai senggigi. Ya, menikmati deburan ombak dan angin pantai di malam hari memberikan sensasi yang tenang dan damai. Anda hanya akan menemukan kegelapan jika mengarahkan pandangan ke laut, jadi sebaiknya arahkan pandangan anda ke atas, kan Anda jumpai taburan bintang yang gemerlap. Indah.


suasana malam di senggigi

Setelah itu kami menyantap kuliner yang paling pas untuk malam hari sambil menikmati suasana melankolik malam yang ditawarkan oleh senggigi. Ya, jagung bakar. Hmmmm… menikmati jagung bakar sambil diterpa angin pantai malam hari itu sungguh pengalaman luar biasa.

Hari ke-3 : 11 Februari 2011
Agenda wisata kami hari ini adalah ke Suranadi. Suranadi yang kadang Yudhis salah menyebutnya Suradi atau Sukanadi (entah nama bapaknya siapa itu :p) adalah sebuah kolam pemandian. Kalau di Malang hampir sama dengan tempat wisata wendit, karena selain menawarkan wisata air juga menjadi habitat banyak monyet. Tapi monyet di sini baik – baik kok :D. Di dalam suranadi ini ada sebuah pendopo, kolam pemandian yang airnya dingin dan jernih, tempat bilas berupa pancuran, bangunan rumah yang tampak seperti villa dan juga sebuah taman yang asri. Di taman itu juga terdapat sebuah aliran sungai dengan beberapa pancuran yang bergemericik, membuat suasana siang semakin sejuk dan segar. Di kolam pemandian dan pancuran itu, teman – temanku asyik berenang sementara aku hanya bermain air saja karena aku malas berenang lol. Saat itu, kolam Suranadi tampak sepi. Serasa kolam renang pribadi saja.
Selesai bermain air, biasanya perut terasa keroncongan. Ya, di depan pintu masuknya, kami menemukan banyak warung. Pilihan kami jatuh pada warung yang menyediakan sate bulayak dan pecel. Sate bulayak adalah jenis sate khas Lombok yang disajikan dengan bumbu kuahnya berwarna kuning. Kuahnya memiliki rasa yang hampir sama dengan sayur lodeh di jawa. Dan memang benar bahwa kuliner khas Lombok rata – rata memiliki rasa yang pedas. Pantas saja, pulaunya saja bernama Lombok, ketika masyarakat Pulau Jawa mengurangi konsumsi Lombok (cabe), di pulau ini justru sebaliknya. Semua makanan mengandung pedas. Namun demikian bukan karena itulah pulau ini diberi nama Lombok tetapi nama Pulau Lombok ini sendiri berasal dari kata “lombo” yang berarti lurus.


di depan suranadi
                                                                 
suasana di dalam taman Suranadi

Masih di area kuliner Suranadi, kami mampir di kios oleh – oleh kuliner khas Lombok yang menjual dodol nangka, sirsat, salak, durian dll serta jelly rumput laut. Selain itu di situ juga menjual buah coklat. Ya, buah coklat adalah bahan dasar pembuatan coklat. Menurutku, rasanya sedikit aneh, antara pahit dan asam. Tidak seperti coklat hasil olahannya.


Selanjutnya perjalanan kami mengarah ke sebuah tempat yang dulunya adalah keraton kerajaan bernama Narmada.  Modelnya hampir sama dengan kompleks keraton yang kita temukan di Jogjakarta. Ada tempat kediaman keluarga raja, lalu ada kolam yang saat ini digunakan sebagai tempat pemancingan. Mungkin dulunya digunakan sebagai tempat pemandian keluarga istana. Kalau tidak salah, di sana juga terdapat suatu tempat untuk menyimpan air suci yang dipercaya sebagai air awet muda. Mungkin kalau teman – teman sempat ke Jogja, tempat ini seperti taman sari, taman air yang digunakan keluarga kerajaan untuk mandi dan beristirahat. Di sana juga terdapat sebuah pasar kecil tempat untuk membeli oleh – oleh khas Lombok, seperti kaos Lombok, tas tenun, kain tenun, pahatan dan topeng khas Lombok, gantungan kunci dan lain- lain. Saat itu hujan tiba – tiba turun dengan deras. Beruntung kami telah selesai membeli oleh – oleh dan segera berteduh untuk pulang agar esok bisa melanjutkan perjalanan ke destinasi selanjutnya. Masih banyak tempat yang menunggu untuk dikunjungi dan dieksplor ^^
                                                                                                                
Narmada


Bersambung……

Thursday, 6 December 2012

Hujan Sore Hari di Bulan Desember


Bonjour decembre,

Hujan dan bulan desember adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Seperti halnya recto yang tak terceraikan dengan verso. Di antara dinginnya angin yang menghembus perlahan serta rintik yang turun tertahan, ada riuh yang saling bertautan di kepala. Pikiranku dijejali berbagai hal yang membuatku lelah. Semua hal di sekitarku tak ada yang mau mengalah untuk menunggu, semua meminta perhatianku, semua meminta untuk diprioritaskan jadi nomor satu. Andaikan raga ini bisa dibelah menjadi sepuluh, kurasa akan sangat menghemat waktu. Begitulah waktu, begitu cepat ia berlalu saat kita dilanda kesibukan, begitu lambat terasa saat kita menunggu sebuah kepastian, dan begitu konstan saat pikiran kita terlepas dari beban.

Rasa lelah yang menyergap raga dan rindu yang membelenggu jiwa ini membuatku semakin enggan untuk terlalu cepat sampai di rumah. Bagiku, berjalan – jalan sore yang basah sehabis hujan adalah romantisme tersendiri, meski hanya seorang diri, tanpa seseorang spesial di samping kanan atau kiri, ya hanya aku dan diriku sendiri. Oleh karena itulah aku memilih untuk melewati jalur yang berbeda dari biasanya agar aku dapat merasakan romantisme sore bulan desember ini dengan tenang. Bunga, daun dan ranting pepohonan masih tampak basah dan segar. Seolah harapan baru telah dianugerahkan pada mereka. Titik – titik gerimis yang tipis menghapus perasaan yang miris masa lalu yang kerap mengundang tangis. Tapi tidak untuk sekarang, soreku yang harmonis.  

Aku terus melangkah dengan gontai sambil sesekali menatap langit yang dihiasi mendung seraya sesekali bersenandung lirih “ Aku selalu suka sehabis hujan di bulan desember….”

Jalanan yang kulewati cukup sepi. Hanya sesekali dilewati kendaraan bermotor. Aku senang. Serasa hanya duniaku tanpa ada yang terusik tanpa ada yang mengusik. Sendiri membuatku lebih tenang, lebih dapat berbicara dengan hatiku sendiri dan membuatku lebih bisa membaca tanda dengan intuisiku. Sepi ini kah yang kau rasa di sana? Rindu ini juga kah yang kau simpan ? Entah untuk siapa.

Ini bukan prosa puitik, bukan pula coretan rasa galau yang menggelitik, hanya ungkapan rasa apa adanya yang bukan diada-adakan. Karena hujan dengan segala romansanya membawa inspirasi untuk melukiskannya dalam bahasa yang berbeda – beda. Karena hujan dengan segala cintanya, rela jatuh sebagai berkah yang tak seharusnya disesali apalagi dicaci. Karena hujan tak pernah mengingkari pelangi, memberinya kesempatan untuk hadir bersama cahaya, meski tak lama.

“Seperti pelangi setia menunggu hujan redaaaa~”
Berharap selalu, takdirku kan bertemu dengan takdirmu, rinduku kan bertaut dengan rindumu. Menjadi Kita
:)

@061212. Dini hari yang dingin.

Desember
oleh Efek Rumah Kaca

Selalu ada yang bernyanyi dan berelegi

Dibalik awan hitam

Smoga ada yang menerangi sisi gelap ini,

Menanti..

Seperti pelangi setia menunggu hujan reda

Aku selalu suka sehabis hujan dibulan desember,

Di bulan desember

Sampai nanti ketika hujan tak lagi 

Meneteskan duka meretas luka

Sampai hujan memulihkan luka