Bonjour decembre,
Hujan dan bulan desember adalah
dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Seperti halnya recto yang tak terceraikan dengan
verso. Di antara dinginnya angin yang menghembus perlahan serta rintik yang
turun tertahan, ada riuh yang saling bertautan di kepala. Pikiranku dijejali
berbagai hal yang membuatku lelah. Semua hal di sekitarku tak ada yang mau
mengalah untuk menunggu, semua meminta perhatianku, semua meminta untuk
diprioritaskan jadi nomor satu. Andaikan raga ini bisa dibelah menjadi sepuluh,
kurasa akan sangat menghemat waktu. Begitulah waktu, begitu cepat ia berlalu
saat kita dilanda kesibukan, begitu lambat terasa saat kita menunggu sebuah kepastian,
dan begitu konstan saat pikiran kita terlepas dari beban.
Rasa lelah yang menyergap raga
dan rindu yang membelenggu jiwa ini membuatku semakin enggan untuk terlalu
cepat sampai di rumah. Bagiku, berjalan – jalan sore yang basah sehabis hujan
adalah romantisme tersendiri, meski hanya seorang diri, tanpa seseorang spesial
di samping kanan atau kiri, ya hanya aku dan diriku sendiri. Oleh karena itulah
aku memilih untuk melewati jalur yang berbeda dari biasanya agar aku dapat
merasakan romantisme sore bulan desember ini dengan tenang. Bunga, daun dan
ranting pepohonan masih tampak basah dan segar. Seolah harapan baru telah
dianugerahkan pada mereka. Titik – titik gerimis yang tipis menghapus perasaan
yang miris masa lalu yang kerap mengundang tangis. Tapi tidak untuk sekarang,
soreku yang harmonis.
Aku terus melangkah dengan gontai
sambil sesekali menatap langit yang dihiasi mendung seraya sesekali bersenandung
lirih “ Aku selalu suka sehabis hujan di bulan desember….”
Jalanan yang kulewati cukup sepi.
Hanya sesekali dilewati kendaraan bermotor. Aku senang. Serasa hanya duniaku
tanpa ada yang terusik tanpa ada yang mengusik. Sendiri membuatku lebih tenang,
lebih dapat berbicara dengan hatiku sendiri dan membuatku lebih bisa membaca
tanda dengan intuisiku. Sepi ini kah yang kau rasa di sana? Rindu ini juga kah
yang kau simpan ? Entah untuk siapa.
Ini bukan prosa puitik, bukan
pula coretan rasa galau yang menggelitik, hanya ungkapan rasa apa adanya yang
bukan diada-adakan. Karena hujan dengan segala romansanya membawa inspirasi
untuk melukiskannya dalam bahasa yang berbeda – beda. Karena hujan dengan
segala cintanya, rela jatuh sebagai berkah yang tak seharusnya disesali apalagi
dicaci. Karena hujan tak pernah mengingkari pelangi, memberinya kesempatan
untuk hadir bersama cahaya, meski tak lama.
“Seperti pelangi setia menunggu
hujan redaaaa~”
Berharap selalu, takdirku kan
bertemu dengan takdirmu, rinduku kan bertaut dengan rindumu. Menjadi Kita
:)
@061212. Dini hari yang dingin.
Selalu ada yang bernyanyi dan berelegi
Dibalik awan hitam
Smoga ada yang menerangi sisi gelap ini,
Menanti..
Seperti pelangi setia menunggu hujan reda
Aku selalu suka sehabis hujan dibulan desember,
Di bulan desember
Sampai nanti ketika hujan tak lagi
Meneteskan duka meretas luka
Sampai hujan memulihkan luka
No comments:
Post a Comment