Oleh : Anna Rakhmawati
0911130018
Sebagai Ujian Akhir Semester Kesusastraan Anak dan Remaja Prancis
Photos
de Nuit atau Foto – Foto
Malam Hari karya Thierry Gallier merupakan salah satu buku cerita remaja
berbahasa Prancis yang diterbitkan oleh Santillana Educacion, S.L pada 2007.
Buku cerita ini merupakan buku cerita untuk para remaja karena bahasa Prancis
yang digunakan tidak terlalu rumit. Selain itu juga terdapat gambar ilustrasi dan
catatan kaki tentang arti dari istilah – istilah tertentu sehingga lebih mudah
dipahami oleh pembaca. Buku ini adalah buku cerita untuk pembelajaran karena
pada beberapa halaman buku ini juga terdapat pertanyaan – pertanyaan mengenai
apa yang terjadi dalam cerita tersebut sehingga dapat membantu para pembaca
untuk memahami cerita yang disampaikan oleh penulis.
Buku ini menceritakan tentang Cyrille, seorang mahasiswa
magang pada perusahaan informatika berusia 21 tahun. Cyrille tinggal di
pinggiran Kota Paris bersama orang tuanya yang berasal dari Portugis dan telah
tinggal di Prancis selama 25 tahun. Cyrille memiliki kebiasaan untuk berjalan –
jalan pada malam weekend seorang diri
ke pusat Kota Paris. Petualangan serunya dimulai pada saat ia menemukan sebuah
kamera yang masih bagus dalam sebuah tas kecil yang terletak di trotoir di
dekat sebuah diskotek. Lalu ia berusaha mencari pemilik kamera dengan meminta
bantuan teman – temannya, para musisi di sebuah café dan seorang mahasiswa
kedokteran bernama Nour. Dengan melihat foto – foto yang ada
dalam memori kamera tersebut ia berharap mampu menemukan pemiliknya. Ia pun
mencoba untuk mengoperasikan alat tersebut yang menjadi pengalaman baru
baginya. Dalam foto – foto tersebut ia menemukan foto seorang wanita Afrika di
sebuah restoran yang kemudian diduga sebagai pemilik kamera tersebut. Selain
itu, ia juga menemukan beberapa foto, yakni 2 orang laki – laki misterius yang
sedang berlari. Ia meminta bantuan seorang jurnalis harian “Liberation” bernama Jacques Moreau dan menceritakan kisahnya malam
itu karena ia merasa gadis pemilik kamera itu sedang berada dalam bahaya. Gadis
itu bernama Awa Manayolo, seorang mahasiswi Afrika, anggota sebuah organisasi
kemanusiaan. Akhirnya mereka berhasil menemui Awa dan mengembalikan kamera
tersebut. Cyrille memperingatkan Awa akan bahaya itu, namun ia tak
menanggapinya dengan serius. Keesokan harinya, Awa ditemukan tewas mengapung di
perairan Arsenal. Sejak saat itu Cyrille memutuskan untuk mempercayai intuisi
dan menjadi seorang fotografer jurnalis.
Unsur
intrinsik merupakan salah satu hal yang utama untuk menganalisis sebuah karya
sastra prosa karena unsur intinsik merupakan unsur – unsur pembentuk cerita. Penguraian
unsur intrinsik ini juga dapat mempermudah dalam menganalisis karya menggunakan
pendekatan yang sesuai. Unsur
intrinsik terdiri dari tema, tokoh dan watak, sudut pandang, alur cerita, latar,
gaya bahasa, tone dan nilai moral. Adapun unsur – unsur intrinsik dalam cerita
ini akan disajikan dalam bentuk tabel agar lebih mudah dipahami.
Tabel 1.1 Daftar Unsur Intrinsik Cerita Photos de Nuit
No.
|
Unsur Intrinsik
|
Uraian
|
1.
|
Tema
|
Keingintahuan seorang remaja
|
2.
|
Tokoh dan watak
|
a. Cyrille :
Penuh rasa ingin tahu, baik hati, jujur, suka menolong mandiri dan dinamis.
Sifat ini tercermin pada saat ia menemukan sebuah kamera dalam tas di trotoir,
ia segera mencari pemiliknya untuk mengembalikan kamera itu.
b. Awa Manayolo:
Baik hati, peduli pada masyarakat, santai dan tidak mudah khawatir. Sifat ini
tercermin pada deskripsi bahwa Awa adalah seorang mahasiswa yang tergabung
dalam organisasi kemanusiaan serta sikapnya yang tak ambil pusing pada saat
Cyrille memberi tahu bahwa ia sedang dalam bahaya.
c. Jacques Moreau :
Baik hati, suka menolong, ramah dan memiliki pengetahuan yang luas. Sifat ini
tercermin dalam sikapnya dalam menolong Cyrille untuk bertemu dengan Awa.
d. 4 amis de
Cyrille :
·
Raphaël : Baik hati, suka
menolong dan setia kawan
·
Floriane : Cerewet dan suka
mengejek namun setia kawan
·
Nathan : Selalu ingin tahu
dan setia kawan
·
Nour : Baik hati, suka menolong
dan bercerita
|
3.
|
Sudut Pandang
|
Orang ketiga serba tahu. Contoh dalam kalimat :
Quand le vendredi soir arrive, Cyrille n’a pas envie de rester dans sa
chambre.
|
4.
|
Alur cerita
|
Maju
|
5.
|
Latar
|
a. Tempat :
- Bab I : Pusat Kota Paris , kanal Saint-Martin,
daerah sekitar le Gibus (sebuah
diskotek).
- Bab II : Café Les
9 Billards di Jalan Saint-Maur
- Bab III : Restoran di Hôtel du Nord,
- Bab IV : Apartemen Nour, kantor Jacques Moreau,
teras Siecle
- Bab V :
Bar di kawasan La Bastille,
Boulevard Richard-Lenoir
- Bab VI : Perairan Arsenal, kanal Saint-Martin,
|
b.
Waktu : Jumat malam pada awal bulan Mei (weekend). Dijelaskan pada kalimat : Donc, en ce début de
mois mai, comme les autres vendredis ….(Bab I paragraf ke-4). Cerita ini
terjadi sejak hari Jumat malam sampai keesokan harinya.
|
||
c. Suasana : suasana yang ditampilkan pada cerita
ini adalah suasana menegangkan karena mengandung suatu misteri yang
terpecahkan di akhir cerita. Suasana semakin menegangkan saat diketahui bahwa
Awa telah meninggal dan hal tersebut membuktikan kebenaran intuisi Cyrille.
|
||
6.
|
Gaya Bahasa
|
Bahasa
yang digunakan sederhana dan mudah dipahami. Kala waktu yang digunakan adalah imparfait dan passé composé.
|
7.
|
Tone
|
Misterius
|
8.
|
Nilai Moral
|
- Kita
harus memiliki sifat jujur, suka menolong dan peka terhadap lingkungan
sekitar.
- Ikutilah
intuisi yang disertai bukti – bukti untuk menolong seseorang yang berada
dalam bahaya.
- Kejujuran,
keingintahuan dan kerja keras akan membawa seseorang pada sebuah kesuksesan.
|
Menurut genrenya, cerita ini dapat dikategorikan
ke dalam fiksi formula karena mengandung cerita misterius. Cerita misteri
menampilkan daya suspense, rasa
penasaran ingin tahu, lewat peristiwa dan tindakan yang tidak terjelaskan alias
misterius, namun pada akhir kisah hal – hal tersebut dapat dijelaskan dan
diselesaikan secara masuk akal. Demikian pula halnya dengan cerita detektif,
novel kriminal, atau spionase yang juga menampilkan sesuatu yang misterius,
yang biasanya dimulai dengan mayat dan atau kasus pembunuhan. Kasus tersebut tetap
misterius, tak terjelaskan, namun pada akhir kisah ditemukan tersangka yang tak
terduga, dengan bukti – bukti yang kuat (Nurgiyantoro, 2005 :18). Namun dalam
cerita ini, kasus pembunuhan tidak terletak pada awal cerita tetapi pada akhir
cerita dan bukti – bukti tersangka dapat diketahui pada foto – foto dalam
kamera yang ditemukan oleh tokoh utama, Cyrille.
Sebagai tokoh utama yang merepresentasikan sifat – sifat
remaja sebagai sasaran pembaca buku ini, sosok karakter Cyrille menjadi hal
yang menarik untuk diteliti dengan pendekatan psikologi sastra. Bimo Walgito
(dalam Fananie, 2000: 177) mengemukakan psikologi adalah salah satu cabang ilmu
pengetahuan yang objek studinya adalah manusia, karena perkataan psyche atau psicho mengandung pengertian “jiwa”. Sedangkan karya sastra merupakan hasil
ungkapan jiwa seorang pengarang yang di dalamnya melukiskan suasana kejiwaan
pengarang,baik suasana pikiran maupun emosi. Roekan (dalam aminudin 1990:91).
Sebuah karya sastra menarik untuk diteliti dengan pendekatan psikologi karena
sastra dan psikologi memiliki hubungan lintas yang bersifat tak langsung dan
fungsional (Darmanto yatman dan Roekhan dalam Aminudin, 1990 : 93). Hubungan
tak langsung yang dimaksudkan adalah baik sastra maupun psikologi sastra
kebetulan memiliki tempat berangkat yang sama, yaitu kejiwaan manusia.
Pengarang dan psikolog adalah sama-sama manusia biasa. Mereka menangkap
kejiwaan manusia secara mendalam, kemudian diungkapkan dalam bentuk karya
sastra. Sedangkan hubungan fungsional antara sastra dan psikologi adalah
keduanya sama-sama berguna sebagai sarana untuk mempelajari keadaan kejiwaan
orang lain. Perbedaannya adalah adalah dalam karya sastra gejala-gejala
kejiwaan dari manusia-manusia imajiner sebagai tokoh dalam karya sastra,
sedangkan dalam psikologi adalah gejala kejiwaan manusia-manusia riil (Suwardi,
2004 : 97)
Psikologi sastra memberikan perhatian pada masalah yang
berkaitan dengan unsur-unsur kejiwaan tokoh-tokoh fiksional yang terkandung
dalam sastra. Aspek-aspek kemanusiaan inilah yang merupakan objek utama
psikologi sastra sebab semata-mata dalam diri manusia itulah aspek kejiwaan
dicangkokkan dan diinvestasikan (Ratna, 2004 : 344). Dalam cerita ini, tokoh yang akan dikaji
dengan psikologi sastra adalah tokoh utama, Cyrille. Psikologi sastra mempelajari fenomena,
kejiwaan tertentu yang dialami oleh tokoh utama dalam karya sastra ketika
merespon atau bereaksi terhadap diri dan lingkunganya. Dengan demikian, gejala
kejiwaaan dapat terungkap lewat perilaku tokoh dalam sebuah karya sastra
(Siswantoro, 2004 : 32).
Sifat dan karakter tokoh dapat diketahui dari deskripsi
yang dipaparkan penulis, deskripsi pemikiran tokoh tersebut, dialog tokoh, maupun
ujaran tokoh lainnya. Karakter dari Cyrille dapat diketahui berdasarkan deskripsi
yang dipaparkan oleh penulis. Pada awal cerita, dijelaskan bahwa
Cyrille memiliki sifat baik hati, jujur dan suka menolong. Selain itu, Cyrille
sebagai seorang remaja, seringkali dalam kesehariannya merasa bosan dengan
kehidupannya sehari – sehari yang monoton, pergi ke kantor yang sama dan
bertemu dengan orang – orang yang sama. Seorang remaja memiliki sifat untuk
mulai belajar mandiri dan suka berjalan – jalan (dinamis) sehingga pada saat weekend ia lebih memilih untuk jalan – jalan seorang diri ke Kota
Paris. Saat menemukan kamera itulah, rasa keingintahuan serta keinginan untuk
mengembalikan kamera tersebut pada pemiliknya muncul dalam diri Cyrille. Mengapa
tidak diambilnya saja kamera tersebut untuk dirinya sendiri? Mengapa ia harus
bersusah payah untuk mencari pemiliknya? Dalam kasus ini, tampak penulis ingin
mewujudkan gambaran sifat Cyrille yang telah dipaparkan ke dalam sebuah
tindakan nyata bahwa Cyrille memang memiliki sifat jujur dan perilaku suka
menolong. Tindakan Cyrille tersebut dapat dikatakan sebagai bentuk respon atau
reaksinya terhadap diri sendiri serta lingkungan sekitarnya. Tindakan tersebut
juga merupakan salah satu nilai didaktis yang terkandung dalam cerita ini. Nilai
didaktis tersebut tetap harus ditonjolkan karena cerita ini adalah cerita
remaja.
Dalam
cerita tersebut tentu saja ada interaksi yang dilakukan Cyrille dengan para
tokoh lainnya. Dalam interaksi tersebut, tampak bagaimana pola pikir serta
inisiatif yang dilakukan oleh Cyrille. Cyrille memiliki pola pikir yang taktis
dan tindakan yang sigap. Ia juga selalu memiliki inisiatif bagaimana caranya
menemukan pemilik kamera tersebut. Contoh inisisatif tersebut adalah mendatangi
Jacques Moreau untuk meminta keterangan lebih lanjut tentang identitas Awa.
Cerita ini tentu saja menggunakan berbagai macam latar pada setiap babnya. Pada
tempat – tempat tersebut, Cyrille selalu melakukan berbagai tindakan sebagai wujud
kerja kerasnya dalam berusaha mencapai tujuan yang tentu saja dibantu oleh
rekan – rekannya. Salah satu hal yang
menarik dalam cerita ini, yang sekaligus menjadi kunci di akhir cerita, adalah
intuisi yang dimiliki oleh Cyrille. Permainan dan kebenaran intuisi tokoh Cyrille
terhadap konflik tersembunyi yang kemudian terbuka di akhir cerita juga menjadi
penguat bahwa cerita ini mengandung cerita misteri. Intuisi yang dimiliki
Cyrille ini didapatkan karena ia memiliki kepekaan sosial yang baik terhadap
keadaan dan peristiwa yang terjadi di sekelilingnya. Intuisi yang didukung oleh
bukti – bukti nyata tersebut akhirnya dapat membuat Cyrille menarik kesimpulan
dari fenomena yang tengah dialaminya tersebut.
Keingintahuan
merupakan modal awal untuk belajar. Seseorang yang merasa ingin tahu terhadap
suatu hal yang menjadi misteri baginya akan
terus berusaha mencari tahu jawaban dari pertanyaan yang terus menerus
bergema di pikirannya. Jawaban – jawaban tersebut bukan begitu saja hadir dalam
usaha pencarian jawaban tersebut melainkan melalui pengamatan, pengetahuan yang
telah dimiliki sebelumnya, perenungan dan akhirnya didapatlah suatu kesimpulan
untuk menjawab pertanyaan. Berangkat dari rasa ingin tahunya, Cyrille pun
berusaha untuk mencari tahu kebenaran tentang pemilik kamera. Dalam pencarian
jawaban tersebut, Cyrille banyak mengalami pembelajaran, baik pembelajaran yang
bersifat teknis seperti cara pengoperasian kamera maupun pembelajaran secara
psikologis. Pembelajaran psikologis tersebut akhirnya membawanya pada sebuah
penemuan dalam pikirannya bahwa ia harus mempercayai intuisinya walaupun
sekitarnya kurang mempercayainya. Ia tak mudah menyerah untuk meyakinkan Awa
bahwa gadis itu sedang berada dalam bahaya. Dengan kerja kerasnya itu, akhirnya
ia mendapatkan pengalaman dan pembelajaran yang menarik. Terlebih lagi saat ia
mengenal Jacques Moreau, jurnalis yang banyak membantunya dalam kasus ini. Oleh
karena itulah, di akhir cerita, berkat pengalaman dan pembelajarn tersebut, ia
menemukan sebuah pekerjaan yang cocok dan sesuai dengan kata hatinya.
Keputusannya untuk menjadi seorang fotografer jurnalis pun bukannya tanpa
alasan karena ia memiliki sifat – sifat yang harus dimiliki oleh seorang
jurnalis seperti jujur, dinamis, penuh rasa ingin tahu dan mandiri, serta
keinginannya untuk mengikuti intuisinya demi menolong orang lain yang sedang
berada dalam bahaya.
Karya
sastra dan kehidupan memang selalu berkaitan. Karya sastra hadir sebagai
refleksi dari kehidupan yang sebenarnya. Mempelajari karya sastra pun seperti
halnya mempelajari kehidupan. Dari keduanya terdapat banyak hal yang dapat
ditemukan untuk dipelajari dan dijadikan sebagai pembelajaran dan pengalaman
untuk bekal dalam menghadapi masa yang akan datang, terutama untuk para remaja
yang sedang mencari jati dirinya.
Referensi :
Nurgiyantoro,
Burhan. 2005. Sastra Anak. Yogyakarta
: Gadjah Mada University Press.
Kurniawan, Bagus (2012). Pendekatan Psikologi Sastra. Diakses pada tanggal 2
Januari 2013 dari http://baguz01.blogspot.com/2012/04/pendekatan-psikologi-sastra.html
No comments:
Post a Comment