Oleh : Anna Rakhmawati
0911130018
Sebagai Ujian Akhir Semester Dasar Jurnalistik
ABSTRAK
Iklan sebagai salah satu media komunikasi saat ini semakin berkembang pesat karena semakin banyak perusahaan yang mengeluarkan produk-produknya yang menyebabkan semakin menjamurnya persaingan bisnis. Sebagai salah satu perusahaan operator seluler besar di Indonesia yang menjadi menyediakan sarana sarana pendukung komunikasi sehari-hari, telkomsel selalu membuat berbagai konsep dan promosi yang menarik untuk menarik perhatian banyak konsumen. Salah satunya adalah dengan produk kartu as yang memberikan banyak bonus dengan harga Rp500,00 ini. Dalam memasarkan produknya tersebut, mereka menggunakan banyak sarana iklan, salah satunya adalah melalui iklan baliho yang dipasang di jalan utama. Desain iklan tersebut biasanya dibuat semenarik mungkin. Oleh karena itulah, setiap desain iklan tidak dibuat secara sembarangan tetapi harus memperhatikan berbagai aspek-aspek. Aspek-aspek dalam iklan yang terdiri dari gambar dan tulisan tersebut dapat dikaji dengan menggunakan teori semiotika sebagai teori yang mempelajari tentang tanda yang ada di sekitar kita. Dalam penelitian ini memaparkan tentang ikon–ikon serta istilah yang digunakan dalam iklan yang kemudian mengarah pada kajian semiotik dan pragmatik dalam sebuah iklan. Iklan yang digunakan sebagai objek material penelitian adalah iklan baliho salah satu operator seluler di Indonesia, yakni kartu As “WOW GRATISNYA BUKAN Pe.Ha.Pe”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui maksud ikon dan kalimat yang digunakan dalam iklan baliho kartu As serta representasi dari para bintang iklan yang ditampilkan terhadap perkembangan tren dalam masyarakat dan pengaruh keadaan sosial dan budaya masyarakat terhadap desain iklan ini.
Iklan sebagai salah satu media komunikasi saat ini semakin berkembang pesat karena semakin banyak perusahaan yang mengeluarkan produk-produknya yang menyebabkan semakin menjamurnya persaingan bisnis. Sebagai salah satu perusahaan operator seluler besar di Indonesia yang menjadi menyediakan sarana sarana pendukung komunikasi sehari-hari, telkomsel selalu membuat berbagai konsep dan promosi yang menarik untuk menarik perhatian banyak konsumen. Salah satunya adalah dengan produk kartu as yang memberikan banyak bonus dengan harga Rp500,00 ini. Dalam memasarkan produknya tersebut, mereka menggunakan banyak sarana iklan, salah satunya adalah melalui iklan baliho yang dipasang di jalan utama. Desain iklan tersebut biasanya dibuat semenarik mungkin. Oleh karena itulah, setiap desain iklan tidak dibuat secara sembarangan tetapi harus memperhatikan berbagai aspek-aspek. Aspek-aspek dalam iklan yang terdiri dari gambar dan tulisan tersebut dapat dikaji dengan menggunakan teori semiotika sebagai teori yang mempelajari tentang tanda yang ada di sekitar kita. Dalam penelitian ini memaparkan tentang ikon–ikon serta istilah yang digunakan dalam iklan yang kemudian mengarah pada kajian semiotik dan pragmatik dalam sebuah iklan. Iklan yang digunakan sebagai objek material penelitian adalah iklan baliho salah satu operator seluler di Indonesia, yakni kartu As “WOW GRATISNYA BUKAN Pe.Ha.Pe”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui maksud ikon dan kalimat yang digunakan dalam iklan baliho kartu As serta representasi dari para bintang iklan yang ditampilkan terhadap perkembangan tren dalam masyarakat dan pengaruh keadaan sosial dan budaya masyarakat terhadap desain iklan ini.
Kata
kunci : iklan, cetak, semiotika, pragmatik, sosial
1. PENDAHULUAN
Periklanan menurut Menurut Kotler (1999) adalah segala
macam bentuk penyajian dan promosi ide, barang atau jasa non-personal yang
dibayar oleh sponsor tertentu. Sedangkan menurut Gilson & Berkman (1980 dalam Edward : 2011)
iklan merupakan media komunikasi persuasif yang dirancang untuk
menghasilkan respon dan membantu tercapainya objektifitas atau tujuan pemasaran.
Berdasarkan definisi tersebut, iklan dapat dibedakan menurut pendanaannya yakni
iklan gratis seperti iklan baris yang dipasang di situs iklan baris gratis dan
iklan berbayar yang pemasangannya memerlukan biaya seperti iklan di TV, di
radio, di poster, di baliho dan di koran. Sedangkan jika dibagi menurut media
yang digunakan, iklan dibagi menjadi dua, yakni iklan cetak dan iklan
elektronik. Iklan cetak adalah iklan yang penyebarannya dilakukan melalui media
cetak seperti poster, spanduk, baliho, reklame, iklan baris di koran, dan flyer
atau selebaran. Iklan elektronik adalah iklan yang penyebarannya melalui media
elektronik antara lain melalui TV, radio dan internet.
Perkembangan
dunia periklanan saat ini sangatlah pesat, dapat dilihat dengan semakin
banyaknya variasi iklan yang hadir di tengah masyarakat. Pembuatan iklan yang
beraneka ragam tersebut memiliki tujuan untuk membuat masyarakat tertarik. Oleh
karena itulah, iklan harus dibuat semenarik mungkin dengan kata–kata yang
persuasif. Gambar, warna, tulisan, ukuran, serta tata letak pada iklan dibuat
sedemikian rupanya bukannya tanpa alasan. Otak dan mata manusia akan lebih
cepat tertarik pada gambar, warna serta ukuran. Kata – kata yang persuasif pun
dapat mempengaruhi otak manusia untuk mempercayai iklan tersebut dan menguji
kebenarannya. Hal tersebut dapat dikaji dan diteliti dengan menggunakan kajian
semiotik. Dalam penelitian ini akan digunakan kajian pragmatik untuk mengkaji
kalimat yang digunakan dalam iklan serta semiotik sosial untuk meneliti
bagaimana iklan tersebut merepresentasikan keadaan sosial masyarakatnya.
2. DESKRIPSI OBJEK
Objek
penelitian adalah sebuah iklan baliho produk salah satu perusahaan operator
seluler besar di Indonesia yakni kartu As, yang dipasang di atas Jalan Kawi depan Guest House
selama bulan Desember
2012.
Ukuran panjang baliho tersebut sama dengan ukuran lebar jalan. Baliho tersebut
terdiri dari foto artis papan atas, Sule mengenakan jaket berwarna merah yang
sedang berakting menelpon dan seorang
bintang iklan remaja laki – laki yang
mengenakan jaket merah juga sedang memegang telepon seluler sambil menoleh ke
belakang karena dikejar–kejar oleh tiga
orang perempuan sambil membawa telepon selulernya. Warna dasar baliho adalah
putih dengan tulisan WOW berwarna merah besar dicetak tebal terletak di bagian
tengah baliho. Pada lingkaran huruf O terdapat uang logam Rp500,00 dan di
bawahnya terdapat kalimat “GRATISNYA BUKAN Pe.Ha.Pe” berwarna putih dengan
dasar merah. Di bawah kalimat tersebut terdapat 3 bulatan pipih. Yang pertama
berwarna kuning dengan tulisan GRATIS 100MB INTERNETAN, yang kedua berwarna
merah muda dengan kalimat GRATIS PULUHAN MENIT NELPON dan yang ketiga berwarna
ungu dengan tulisan GRATIS RATUSAN SMS. Semua tulisan dalam bulatan berwarna
putih. Di sebelah gambar perempuan yang mengejar – ngejar terdapat gambar
burung kecil berwarna biru, amplop kecil berwarna merah muda dan sebuah balon
percakapan berwarna hijau. Pada bagian
bawah baliho terdapat kalimat “Pake Rp 500 gratisnya buat apa aja” dengan dasar
warna merah dan huruf berwarna putih. Pada pojok kanan bawah terdapat logo
TELKOMSEL serta cara untuk mengaktifkan paket tersebut dengan kalimat :
Aktifkan juga PAKET 500 di *100*500# berlaku 24 jam. Sedangkan pada pojok kiri
atas terdapat tulisan Jangkauan & Kualitas Terluas & Terbaik.
3. RUMUSAN KAJIAN
Rumusan kajian dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut :
a. Apa maksud ikon model dan tanda pada iklan tersebut serta merepresentasikan apa?
b. Apa maksud istilah dalam kalimat iklan “WOW” dan
Pe-ha-pe yang saat ini menjadi tren dalam kehidupan masyarakat terutama pada
kalangan para remaja?
c. Mengapa keadaan sosial dan budaya masyarakat dapat berpengaruh
pada desain iklan ini?
4. TUJUAN
Untuk
mengetahui maksud ikon dan kalimat yang digunakan dalam iklan baliho kartu As serta
representasi dari para bintang iklan yang ditampilkan terhadap perkembangan
tren dalam masyarakat dan pengaruh keadaan sosial dan budaya masyarakat
terhadap desain iklan ini.
5. LANDASAN TEORI
5.1 Struktur Wacana Iklan
Kata iklan didefinisikan dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia sebagai berita pesanan untuk mendorong, membujuk
kepada khalayak ramai tentang benda dan jasa yang ditawarkan; iklan dapat pula
berarti pemberitahuan kepada khalayak ramai mengenai barang atau jasa yang
dijual, dipasang di dalam media massa seperti surat kabar dan majalah (KBBI:542).
Informasi melalui iklan dinilai berpengaruh langsung maupun tak langsung
terhadap persepsi, pemahaman, dan tingkah laku masyarakat (Darmawan, 2006 dalam
Andri Wicaksono, 2011).
5.2 Semiotika
Kata semiotika itu sendiri berasal dari bahasa Yunani, semeion yang
berarti “tanda” (Sudjiman dan Zoest, 1996:vii) atau seme, yang berarti
“penafsir tanda” (Cobley dan Jansz, 1996:4). Semiotika berakar dari studi
klasik dan skolastik atas seni logika, retorika, dan poetika (Kurniawan,
2001:49). “Tanda” pada masa itu masih bermakna sesuatu hal lain. Contohnya, asap
menandai adanya api (Alex Sobur, 2004:17 dalam Noviyanto, 2009).
Semiotik (semiotika) adalah ilmu tentang tanda – tanda.
Ilmu ini menganggap bahwa fenomena sosial/masyarakat dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda. Semiotik itu mempelajari
sistem-sistem, aturan-aturan, dan konvensi-konvensi yang memungkinkan
tanda-tanda tersebut mempunyai arti. (Preminger, dkk, 1974 : 980 dalam Pradopo,
2005 : 119).
Pengertian
semiotika secara terminologis adalah ilmu yang mempelajari sederetan luas
objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda. Menurut
Eco, semiotik sebagai “ilmu tanda” (sign) dan segala yang berhubungan dengannya
cara berfungsinya, hubungannya dengan kata lain, pengirimannya, dan
penerimaannya oleh mereka yang mempergunakannya.
Menurut Barthes komponen – komponen tanda penanda – petanda terdapat juga pada tanda -tanda bukan bahasa antara lain terdapat pada bentuk mite yakni keseluruhan sistem citra dan kepercayaan yang dibentuk masyarakat untuk mempertahankan dan menonjolkan identitasnya (de Saussure,1988). Selanjutnya menurut Barthes, ekspresi dapat berkembang dan membentuk tanda baru, sehingga ada lebih dari satu dengan isi yang sama. Pengembangan ini disebut sebagai gejala meta -bahasa dan membentuk apa yang disebut kesinoniman (synonymy). Setiap tanda selalu memperoleh pemaknaan awal yang dikenal dengan dengan istilah denotasi dan oleh Barthes disebut sistem primer. Kemudian pengembangan nya disebut sistem sekunder. Sistem sekunder ke arah ekspresi disebut metabahasa. Sistem sekunder ke arah isi disebut konotasi yaitu pengembangan isi sebuah ekspresi. Konsep konotasi ini tentunya didasari tidak hanya oleh paham kognisi, melainkan juga oleh paham pragmatik yakni pemakai tanda dan situasi pemahamannya.
Menurut Barthes komponen – komponen tanda penanda – petanda terdapat juga pada tanda -tanda bukan bahasa antara lain terdapat pada bentuk mite yakni keseluruhan sistem citra dan kepercayaan yang dibentuk masyarakat untuk mempertahankan dan menonjolkan identitasnya (de Saussure,1988). Selanjutnya menurut Barthes, ekspresi dapat berkembang dan membentuk tanda baru, sehingga ada lebih dari satu dengan isi yang sama. Pengembangan ini disebut sebagai gejala meta -bahasa dan membentuk apa yang disebut kesinoniman (synonymy). Setiap tanda selalu memperoleh pemaknaan awal yang dikenal dengan dengan istilah denotasi dan oleh Barthes disebut sistem primer. Kemudian pengembangan nya disebut sistem sekunder. Sistem sekunder ke arah ekspresi disebut metabahasa. Sistem sekunder ke arah isi disebut konotasi yaitu pengembangan isi sebuah ekspresi. Konsep konotasi ini tentunya didasari tidak hanya oleh paham kognisi, melainkan juga oleh paham pragmatik yakni pemakai tanda dan situasi pemahamannya.
Semiotik memiliki beberapa macam. Hingga
saat ini, sekurang-kurangnya terdapat sembilan macam semiotik yang kita kenal
sekarang (Pateda, dalam Sobur, 2004 via Andini Marta, 2012). Jenis-jenis
semiotik ini antara lain :
1. Semiotik analitik merupakan semiotik yang menganalisis sistem tanda. Peirce mengatakan bahwa semiotik berobjekkan tanda dan menganalisisnya menjadi ide, obyek dan makna. Ide dapat dikatakan sebagai lambang, sedangkan makna adalah beban yang terdapat dalam lambang yang mengacu pada obyek tertentu.
1. Semiotik analitik merupakan semiotik yang menganalisis sistem tanda. Peirce mengatakan bahwa semiotik berobjekkan tanda dan menganalisisnya menjadi ide, obyek dan makna. Ide dapat dikatakan sebagai lambang, sedangkan makna adalah beban yang terdapat dalam lambang yang mengacu pada obyek tertentu.
2. Semiotik deskriptif adalah
semiotik yang memperhatikan sistem tanda yang dapat kita alami sekarang
meskipun ada tanda yang sejak dahulu tetap seperti yang disaksikan sekarang.
3. Semiotik faunal
zoosemiotic merupakan semiotik yang khusus memperhatikan sistem tanda yang dihasilkan oleh hewan.
4. Semiotik kultural merupakan semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang ada dalam kebudayaan masyarakat.
4. Semiotik kultural merupakan semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang ada dalam kebudayaan masyarakat.
5. Semiotik naratif adalah semiotik yang membahas
sistem tanda dalam narasi yang berwujud mitos dan cerita lisan (folklore).
6. Semiotik natural atau semiotik yang
khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh alam.
7. Semiotik normative merupakan semiotik
yang khusus membahas sistem tanda yang dibuat oleh manusia yang berwujud
norma-norma.
8. Semiotik sosial merupakan semiotik
yang khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh manusia yang berwujud
lambang, baik lambang kata maupun lambang rangkaian kata berupa kalimat.
9. Semiotik struktural adalah semiotik
yang khusus menelaah system tanda yang dimanifestasikan melalui struktur
bahasa.
Charles Sanders Peirce, seorang filsuf
berkebangsaan Amerika, mengembangkan filsafat pragmatisme melalui kajian
semiotik. Peirce membedakan tiga
konsep dasar semiotik, yaitu: sintaksis semiotik, semantik semiotik,
dan pragmatik semiotik. Sintaksis semiotik mempelajari
hubungan antartanda. Hubungan ini tidak terbatas pada sistem yang sama.
Semantik semiotik mempelajari hubungan antara tanda, objek, dan interpretannya.
Ketiganya membentuk hubungan dalam melakukan proses semiotis. Konsep semiotik
ini akan digunakan untuk melihat hubungan tanda-tanda dalam iklan (dalam hal
ini tanda non bahasa) yang mendukung keutuhan wacana. Pragmatik semiotik
mempelajari hubungan antara tanda, pemakai tanda, dan pemakaian tanda.
5.3
Ikon, indeks dan simbol.
Berdasarkan objeknya, Peirce membagi tanda atas icon
(ikon), index (indeks), dan symbol (simbol). Ikon adalah tanda yang hubungan
antara penanda dan petandanya bersifat bersamaan bentuk alamiah atau dengan kata lain, ikon adalah
hubungan antara tanda dan objek atau acuan yang bersifat kemiripan, misalnya
foto. Indeks adalah tanda yang
menunjukkan adanya hubungan alamiah antara tanda dan petanda yang bersifat
kausal atau hubungan sebab akibat, atau tanda yang langsung mengacu pada
kenyataan. Dan Simbol adalah tanda yang menunjukkan hubungan alamiah antara
penanda dengan petandanya. Hubungan diantaranya bersifat arbitrer atau semena,
hubungan berdasarkan konvensi (perjanjian) masyarakat (Alex sobur : 2005).
6. PEMBAHASAN
a. Model iklan sebagai ikon
Iklan kartu As ini menggunakan model seorang artis
komedian yang saat ini sedang naik daun, yaitu Sule dan empat orang remaja yang
berpenampilan modis dan sedang membawa telepon seluler. Ikon seorang Sule
tersebut dihadirkan untuk menarik perhatian para pelanggan karena beberapa
faktor. Faktor–faktor tersebut adalah keunikan, kelucuan dan keterkenalan. Sule
yang merupakan sosok public figure yang dikenal oleh masyarakat sebagai aktor,
komedian dan juga penyanyi, dianggap mampu menarik perhatian masyarakat. Sule
sendiri sebelumnya juga merupakan bintang iklan operator seluler lainnya yakni
XL dan kemudian beralih membintangi iklan operator seluler kartu as ini. Hal yang dilakukan Sule terssebut semakin
menguatkan persaingan antara kedua operator seluler yang semakin “panas”. Kedua
operator seluler tersebut tidak hanya bersaing dalam iklan cetak saja tetapi
juga dalam iklan televisi.
Dalam
perspektif semiotika, iklan dapat dikaji dengan sistem tanda dalam iklan yang
terdiri dari tanda non verbal dan tanda
verbal. Tanda non verbal terdiri dari tipografi, warna dan positioning.
Sedangkan tanda verbal adalah bahasa yang digunakan dalam iklan.
Tipografi atau tata letak juga memiliki peranan
penting dalam desain iklan cetak. Penafsiran tersebut tentunya tidak dapat terlepas dari kultur yang
berkembang dalam masyarakat. Sebagai ikon utama iklan ini, gambar Sule
diletakkan di sebelah kata WOW yang menjadi center
dalam baliho tersebut. Peletakan kata WOW dengan ukuran besar dan Sule di
bagian tengah atas adalah untuk memperlihatkan bahwa ia adalah ikon utama iklan ini. Di dalam huruf
“O” terdapat gambar uang logam Rp500,- yang menekankan bahwa dengan biaya
tersebut sudah mendapatkan banyak bonus. Di sekitar huruf “O” juga terdapat
tanda untuk menyiratkan keterkejutan.
Selain
dilihat melalui tipografinya, kajian semiotika iklan juga dapat dikaji melalui
warna yang digunakan. Setiap warna memiliki makna sendiri. Dalam iklan ini,
Sule menggunakan jaket berwarna merah sambil bergaya menelpon dengan
menggunakan tangan kirinya. Penggunaan warna merah dimaksudkan untuk
memperlihatkan identitas operator seluler, Kartu As sebagai produk dari
Telkomsel memiliki identitas warna merah. Sedangkan untuk operator seluler
lainnya, seperti indosat memiliki identitas warna kuning, XL dengan warna
birunya, smart fren dengan warna pink, axis dengan warna ungu dan warna hijau
untuk esia. Warna merah tersebut juga senada dengan warna tulisan WOW. Bulatan
–bulatan berwarna kuning, pink serta ungu di bawah tulisan GRATISNYA BUKAN
Pe.Ha.Pe ini juga tidak begitu saja dihadirkan tanpa maksud. Pemilihan warna
tersebut untuk memperlihatkan persaingan dengan produk operator seluler lain
yang telah disinggung di atas.
Iklan
ini memposisikan dirinya sebagai iklan operator seluler yang memberikan kejutan
dengan tarif yang murah namun banyak bonus yang didapat. Selain itu, iklan ini
juga memposisikan diri sebagai iklan yang dapat dipercaya dengan tidak
memberikan janji palsu yakni dengan kalimat GRATISNYA BUKAN Pe.Ha.Pe.
Sedangkan
untuk ikon seorang remaja laki – laki dan tiga orang remaja perempuan
menggambarkan target pangsa pasar pengguna kartu as yang didominasi oleh para
remaja. Gaya serta posisi para model iklan tersebut pun memiliki makna
tersendiri. Foto tiga remaja perempuan yang tampak antusias melihat laki-laki
tersebut menggambarkan ketertarikannya pada remaja laki – laki tersebut. Para
remaja perempuan tersebut seakan ingin menggapai si laki – laki. Mereka bertiga
pun terlihat memegang telepon seluler yang diikuti dengan tiga gambar kecil,
yakni gambar burung kecil warna biru yang kita ketahui bahwa gambar tersebut
adalah simbol dari salah satu jejaring sosial yang marak di kalangan masyarakat
khususnya para remaja, yakni twitter. Setelah itu juga ada tanda amplop kecil
berwarna merah muda yang merupakan simbol dari pesan atau e-mail. Lalu yang
terakhir adalah gambar balon dialog kecil berwarna hijau yang merupakan simbol
dari salah satu fasilitas untuk berkomunikasi yaitu chat messanger. Dalam hal ini, kartu as ingin menegaskan bahwa
hanya dengan Rp500,00 saja, para konsumen sudah dapat menikmati berbagai manfaat
komunikasi yang disediakan, seperti fasilitas internet, pesan sms, chat
messanger, serta telepon.
b. Aspek Kebahasaan
Aspek
kebahasaan atau tanda verbal dalam iklan cetak merupakan salah satu elemen yang
penting untuk menegaskan maksud pesan yang ingin disampaikan produsen kepada
masyarakat. Bahasa iklan adalah bahasa persuasif yang mengajak masyarakat dan
mempengaruhi masyarakat untuk menggunakan produk tersebut. Kalimat yang
persuasif dan menarik nantinya akan mempengaruhi pemikiran konsumen yang
mendorong untuk membeli produk. Aspek kebahasaan dalam iklan dapat ditinjau
dari segi pragmatik. Morris (1960)
mengatakan bahwa pragmatik merupakan disiplin ilmu yang mempelajari pemakaian
tanda, yang secara spesifik dapat diartikan sebagai cara orang menggunakan
tanda bahasa dan cara tanda bahasa itu diinterpretasikan. yang dimaksud orang
menurut definisi tersebut adalah pemakai tanda itu sendiri, yaitu penutur.
Dalam iklan, kedudukan teks lebih rumit dan
bervariasi. Ada teks yang berfungsi sebagai caption seperti dalam koran, ada
juga teks yang menjadi bagian dari gambar itu sendiri. Bahkan ada teks yang
ditempatkan secara marjinal seolah-olah tidak penting. Segala teknik ini
merupakan bagian dari logo-teknik yang semakin maju. Oleh karena itu teks iklan
lebih leluasa untuk berkembang menjadi sebuah seni persuasi atau retorika. (ST
Sunardi, 2002 : 184)
Iklan memerlukan tampilan yang
dikemas dengan bahasa membumi, kontekstual, dan ‘gaul’. Kondisi ini yang menyebabkan
ada keprihatinan pada banyak kalangan. Ada yang berpendapat bahwa bahasa iklan
tidak mesti sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar, tetapi
belum ada kriteria bagaimana sebaiknya bahasa iklan tersebut. Sebagai
bagian dari pengungkapan ide,
Iklan operator seluler harus
memiliki kesatuan atau keutuhan wacana atau tulisan yang dapat mencerminkan ide
atau permasalahan yang ingin diungkapkan oleh penulis sehingga
informasi atau hal-hal yang ingin diungkapkan oleh kreator iklan dapat dimengerti
dengan mudah oleh masyarakat
yang tertidri dari berbagai macam latar belakang yang berbeda-beda (Andri
Wicaksono : 2011)
Bahasa yang digunakan dalam iklan ini
disesuaikan dengan sasaran konsumen dalam masyarakat, yakni para remaja. Dalam
iklan ini, kata–kata yang digunakan adalah kata-kata dan istilah yang familiar
di kalangan para remaja. “WOW GRATISNYA BUKAN Pe.Ha.Pe.” Pe.Ha.Pe adalah
akronim dari pemberi harapan palsu. Julukan ini sering dilekatkan pada
seseorang yang suka memberi harapan palsu pada orang lain. Awal mulanya istilah
ini digunakan dalam hubungan asmara antara laki-laki dan perempuan namun saat
ini istilah tersebut sudah digunakan dalam banyak konteks. Jika dikaitkan
dengan gambar foto model remaja laki-laki yang menoleh ke belakang, ke arah
para remaja perempuan yang mengaguminya itu sambil memegang telepon selulernya,
maka dapat diartikan juga bahwa laki –laki tersebut merepresentasikan sikap
yang tidak memberi harapan palsu karena dia bergaya seakan sedang membalas
pesan yang dikirimkan oleh para fansnya. Penulisan fonetik Pe.Ha.Pe dan
bukannya PHP ini digunakan untuk memberi penekanan bahwa produk ini benar-benar
ingin mencitrakan tentang keseriusan dan bukan hanya menawarkan janji palsu
yang bisa membuat masyarakat tertipu dan tidak percaya lagi pada produk
tersebut. Untuk penggunaan kata WOW, saat ini kata tersebut sedang marak
digunakan untuk mengekspresikan keterkejutan. Hal ini tidak terlepas dari ikon
salah satu artis yang memopulerkan kata tersebut ketika lawan bicaranya
bercerita dengan heboh lalu ia menjawab dengan lantang, “Terus Gue harus bilang
WOW gitu?” Penggunaan kalimat-kalimat
tersebut memiliki kedekatan dengan dunia remaja dan pergaulannya, apalagi
produk ini saat ini telah menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat yang selalu
membutuhkan sarana pendukung komunikasi untuk kebutuhannya sehari–hari.
Selain
itu, kalimat tersebut memiliki implikatur. Implikatur menurut
Grice (dalam Suseno,1993:30 via Mulyana) mengemukakan bahwa implikatur adalah
ujaran yang menyiratkan sesuatu yang berbeda dengan yang sebenarnya diucapkan.
Sesuatu “yang berbeda” tersebut adalah maksud pembicara yangdikemukakan secara
eksplisit. Dengan kata lain, implikatur adalah maksud, keinginan, atau ungkapan-ungkapan
hati yang tersembunyi. Implikatur
yang memungkinkan dalam kalimat tersebut adalah menyatakan secara tidak
langsung bahwa operator seluler lainnya memberi harapan palsu pada konsumen.
Apalagi dengan melihat kondisi dalam
masyarakat bahwa persaingan antar operator seluler di Indonesia semakin gencar.
Setiap perusahaan ingin mencitrakan bahwa produk mereka adalah yang paling
unggul. Bahkan ada beberapa iklan, khusunya iklan operator seluler yang memperlihatkan
persaiangan secara terang-terangan.
7. Catatan Kritis
Dalam
catatan kritis ini membahas mengenai hal-hal yang belum dijelaskan dalam bab
pembahasan. Hal-hal tersebut adalah tentang keterkaitan tanda dalam iklan
dengan keadaan sosial masyarakat. Semiotika
sosial memiliki implikasi lebih jauh dalam kaitannya dengan hakikat teks
sebagai gejala yang dinamis. Sebagai ilmu tanda, semiotika sosial mesti
dipahami dalam kaitannya dengan konteks, di mana tanda-tanda tersebut
difungsikan. Tanda tidak berfungsi dalam dirinya sendiri. Oleh karena itulah,
baik dalam strukturalisme maupun dalam semiotika konsep antarhubungan memegang
peranan yang sangat menentukan (Ratna, 2004:118).
Iklan
yang berkembang dalam masyarakat tentunya sangat dipengaruhi oleh keadaan
sosial dan budaya masyarakat setempat. Berbicara tentang sosial dan
budaya dapat dikaitkan dengan teori habitus Pierre Bourdieu. Secara sederhana habitus merupakan sekian produk perilaku
yang muncul dari berbagai pengalaman hidup manusia, yang juga merupakan
akumulasi dari hasil kebiasaan dan adaptasi manusia, yang bahkan dapat muncul
tanpa disadari. Habitus berangkat dari kesejarahan seseorang yang sudah
mengalami proses internalisasi yang lama dan akut dalam diri sesorang, kemudian
tereksternalisasi ulang dalam ruang yang memungkinkan untuk mengimprovisasi.
Bersifat dinamis atau “sejarah yang mendarah-daging pada individu,
terinternalisasi secara alami sehingga dilupakan sebagai sejarah”. Habitus
meresap dalam diri, terdisposisi, dan menjadi bagian yang tidak bisa lepas dari
agensi
Beragamnya warna dan gambar yang ditampilkan dalam
iklan ini merupakan salah satu ciri khas iklan cetak di Indonesia yang menyukai konsep keglamouran. Dalam pembuatan desain iklan banyak
dipengaruhi oleh budaya yang berkembang dalam masyarakat tempat iklan tersebut
dipublikasikan. Konsep glamour ini dapat merepresentasikan cara berpikir
kebanyakan orang Indonesia yang cenderung lebih njlimet daripada orang-orang
dari kawasan Eropa atau Amerika yang dalam pembuatan iklan cetak cenderung
lebih simpel namun tetap terlihat elegan. Semakin banyak gambar dan warna yang
digunakan, semakin terlihat bahwa produk tersebut berusaha untuk memikat
konsumen dengan iklan yang “eye
catching”.
Sesuai
dengan fungsi iklan untuk membentuk brand image dan akan memiliki dampak yang
besar terhadap cara berpikir masyarakat yang selanjutnya berproses mengubah
perilaku dan membentuk gaya hidup dan budaya konsumsi dalam masyarakat. Secara
tidak langsung, aspek-aspek dalam iklan mampu mempengaruhi gaya hidup
masyarakat. Namun demikian, hal sebaliknya juga dapat terjadi, yakni iklan juga
dapat merepresentasikan fenomena yang terjadi dalam masyarakat. Contoh
konkritnya adalah pada pemilihan ikon dan bahasa yang digunakan dalam iklan ini
merupakan representasi fenomena dalam masyarakat khususnya para remaja, yakni
penggunaan alat komunikasi yang tidak terlepas dari aktivitas dalam kehidupan
sehari-harinya.
8. KESIMPULAN
Dari pembahasan yang telah dijabarkan, dapat
ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut.
1.
Ikon model yang dipilih dalam iklan tersebut karena beberapa faktor. Faktor – faktor tersebut adalah
keunikan, kelucuan dan keterkenalan. Sule yang merupakan sosok public figure yang dikenal oleh masyarakat sebagai aktor,
komedian dan juga penyanyi, dianggap mampu menarik perhatian masyarakat. Selain itu, ikon beberapa remaja
berpenampilan modis dalam iklan ini adalah merepresentasikan sasaran dari operator
seluler ini yang didominasi oleh remaja.
2.
Kalimat utama iklan “WOW GRATISNYA BUKAN P e.Ha.Pe.”
merupakan istilah dalam bahasa gaul yang berarti bahwa operator seluler ini
bukanlah pemberi harapan palsu tentang bonus yang diberikan pada konsumen. Hal
ini disesuaikan dengan sasaran konsumen yaitu para remaja. Kalimat tersebut
meyakinkan masyarakat bahwa produk ini benar-benar memberikan banyak bonus
dengan harga yang murah.
3.
Keadaan sosial dan budaya masyarakat memiliki pengaruh terhadap pembuatan
desain iklan sehingga iklan juga dapat merepresentasikan keadaan sosial dan
budaya suatu masyarakat. Demikian juga sebaliknya, iklan juga memiliki pengaruh terhadap
pembentukan pola pikir dan perilaku masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Pradopo,
Rachmat Djoko. 2005. Beberapa Teori
Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Ratna,
Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode, dan
Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Sunardi,
ST. 2002. Semiotika Negativa.
Yogyakarta : Kanal.
http://socialmasterpice.blogspot.com/2011/03/pierre-bourdieu-teori-sosial-berbenah.html