Tuesday, 5 March 2013

Ruang Tunggu

Ruang Tunggu

Siang itu, hujan tiba-tiba turun dengan deras. Pikiran randomku membawaku ke tempat ini. Kaki-kaki ini melangkah menyusuri lorong-lorong salah satu rumah sakit di kota ini lalu duduk di sebuah bangku bersama seorang anak laki-laki dan ibu-ibu yang tampak sedang menunggu. Aku tidak sedang sakit dan tidak sedang menjenguk teman yang sakit. Aku sedang menunggu sama seperti kedua orang di sampingku. Menunggu seorang yang kucintai, malaikat yang Tuhan kirimkan padaku 22 tahun yang lalu, yang selalu menjagaku saat susah maupun senang. Tempat inilah yang menjadi persinggahan pertamaku di dunia ini, alam ke-3 setelah 9 bulan berada dalam kandungannya. Ia pun datang dengan seragam coklatnya. Hampir selama 25 tahun ia mengabdikan dirinya di sini, tempat yang dulu tak pernah ia sukai sebagai pilihan tempat bekerja, namun sampai saat ini nyatanya ia mampu bertahan di sini. Begitulah takdir, tak pernah terduga. Mencari nafkah sekaligus memanfaatkan ilmu yang telah diperolehnya selama bersekolah untuk membantu orang-orang. Namun demikian, tak pernah sekalipun ia meninggalkan kewajibannya sebagai seorang istri maupun seorang ibu. Ya, beliaulah ibuku tercinta. Kami akan makan siang bersama. Sepertinya sudah lama kami tidak seperti ini. :)

Sudah lama juga aku tak menginjakkan kaki di sini. Aku tak begitu suka suasana rumah sakit apalagi bau obat-obatannya. Aku pun tak pernah ingin menginap di sini, walaupun di kamar VIP sekalipun. Sejak kecil aku sudah mengenal tempat-tempat di rumah sakit ini karena sering ikut ibu bekerja. Pernah terbesit cita-cita masa kecil untuk menjadi seorang dokter di sini. Namun semenjak sibuk bersekolah dan kuliah, aku sudah jarang ke sana, selama itu juga ternyata aku mengingkari cita-cita masa kecilku dan berbelok ke jalan lainnya. Semua tampak berbeda sekarang. Berkembang mengikuti perubahan zamannya.

Setelah makan siang, ibu menyuruhku untuk menunggu beliau menyelesaikan urusan pekerjaannya sebelum pulang ke rumah. Jadilah aku seorang diri di ruang tunggu di paviliun. Di situlah, aku memperhatikan orang-orang yang berlalu-lalang ke sana ke mari dengan ritme berjalan yang cukup cepat. Tuntutan profesi mungkin. Mereka adalah para pekerja rumah sakit, dokter, perawat, ahli gizi (seperti ibuku), petugas kebersihan, petugas administrasi, koas, satpam dan entah apalagi aku pun juga tak paham. Terlihat juga para pasien yang terduduk di kursi roda dan terbaring di kereta dorong untuk dipindahkan dari satu ruang ke ruang lainnya. Selain itu juga ada para keluarga pasien yang sedang duduk-duduk dan orang-orang yang sedang menjenguk teman atau saudara atau bahkan bisa saja musuhnya yang sedang sakit. Hingga pada saat itulah aku merasakan beragam emosi yang berkumpul di ruangan itu. Kesedihan, kekhawatiran, kebahagiaan, kelelahan, kejenuhan, harapan, semangat, kerja keras, kesabaran, kasih sayang, cinta, benci, sampai aneka rasa yang tak terlihat di wajah mereka, menjadi satu. Di sini. Di ruang tunggu ini. 

 
Kamu tahu fungsi ruang tunggu? 
Ya, tentu saja untuk menunggu. Menunggu apapun. Tempat aku menunggu ibu, tempat orang-orang menunggui saudaranya yang sedang sakit, tempat menunggu berita keadaan pasien, entah itu akhirnya berita baik atau mungkin berita buruk, dan juga tempat para pasien menunggu giliran. Giliran pasien rawat jalan untuk dipanggil dokter yang akan memeriksa penyakitnya. Sama halnya dengan dunia ini. Dunia ini ibarat ruang tunggu. Ruang tunggu kita para manusia untuk dipanggil-Nya. Menuju alam selanjutnya, alam ke-4. Semua yang hidup di "ruang tunggu" ini telah memiliki waktunya masing-masing untuk memenuhi panggilan-Nya. Banyak hal yang dapat kita lakukan selama masa menunggu itu. Orang yang diam saja, tak melakukan apapun untuk mengisi waktu dalam penantian itu tentu saja akan merasa bosan. Jenuh. Seakan waktu berjalan sangat lamban dan tak menghasilkan apapun. Namun, untuk orang yang melakukan aktivitas yang mereka sukai atau aktivitas yang menjadi kewajibannya, akan mendapati waktu berjalan terasa cepat. Tak terasa. Bahkan jika tak mampu mengatur dengan baik, ada yang sampai mati rasa. Berkejaran dengan waktu untuk mengejar sesuatu yang tak abadi. Ya, sepertinya relativitas waktu mengambil peranan penting dalam urusan ini. Urusan waktu dan perasaan manusia. 

Dari sini jugalah, akhirnya aku mampu memperbarui persepsiku pada sebuah kata "menunggu" yang selalu tampak akrab di telingaku, yang selama ini selalu kubenci. 
Yah, menunggu kadang tak terlalu terasa membosankan, selama ada yang bisa kulakukan dalam penantian tersebut. Memang tak semua hal dapat kita kejar, kadang menunggu menjadi pilihan yang tepat. Tak semua hal juga dapat ditunggu, karena harus dikejar. Kurasa kita telah tahu mana yang dapat ditunggu dan mana yang harus dikejar. Semua tentu saja kembali pada pilihan dan keinginan masing-masing. Bukankah hidupmu adalah pilihanmu?

Kurasa formula terbesar dalam menunggu adalah kesabaran. Kata pasien, merupakan serapan dari bahasa Inggris "patient" yang merupakan kata sifat yang berarti sabar dan juga kata benda yang berarti orang yang mendapatkan perawatan kesehatan dari dokter. Mungkin kita bisa belajar dari para pasien, untuk bisa belajar bersabar. Bersabar menunggu panggilan dan bersabar menunggu kesembuhan. Namun tentu saja bersabar bukan berarti diam tanpa aksi, bersabar adalah konsistensi yang tak mengenal kata putus asa dalam berusaha. 

Hmmm..... 
Sepertinya perjalanan rasaku di sini harus beranjak untuk melanjutkan perjalanan ke tempat lainnya. Ibuku sudah selesai dengan urusannya. Hujan yang deras tadi pun sudah mereda. Penantian sementaraku di sini telah usai, namun penantianku tentangmu sepertinya belum usai sampai di sini. :)
 

03042013 @9.40 pm

2 comments:

  1. kita sedang duduk di ruang tunggu, kamu menulis ini dan aku membacanya :) kita bertemu di ruang tunggu dunia maya

    ReplyDelete
  2. :) iyaaa..begitulah yang terjadi
    salam kenal leni. terima kasih sudah membaca :)

    ReplyDelete