Bocah Ilang dan Pelajaran Berharga di Penghujung 21 tahun

Perjalanan menarik tak melulu harus jauh, tak harus menghabiskan banyak uang. Perjalanan menarik tak harus bertujuan untuk berwisata. Perjalanan menarik bagiku adalah perjalanan di mana aku mengalami pengalaman yang belum pernah kurasakan, menarik pelajaran darinya dan yang terpenting adalah mampu bercerita, berbagi dengan teman-teman, baik secara tertulis maupun bercerita secara langsung. Perjalanan menarik juga tak harus selalu memberikan kesan indah dan mempesona, bercerita tentang keeksotisan alam, terkadang menertawakan kebodohan selama perjalanan juga mampu menjadi cerita menarik.

Cerita ini berawal dari kenekatanku mengikuti ujian DELF (tes TOEFL bahasa Prancis) yang dilaksanakan di IFI (Institut Francais Indonesia) Surabaya. Biasanya aku mengikuti ujian ini bersama teman-teman sejurusan, namun kali ini aku harus berangkat sendiri karena gagal merayu teman-teman untuk ikut. Awalnya aku takut, ujian kali mungkin akan terasa sulit mengingat latihannya saja sudah membuat kepala puyeng. Aku pun ragu-ragu untuk mengikutinya, apalagi biaya tes yang saat itu terasa cukup mahal, membuat nyaliku menciut. Namun tekadku kembali menyala ketika melihat Dream Book yang ku buat ketika pelajaran kewirausahaan semester lalu yaitu ingin mendapatkan ijazah DELF B2 pada bulan April nanti. Berangkatlah aku ke Surabaya sore hari tanggal 20 Maret naik kereta api penataran. Ini merupakan pengalaman pertamaku naik kereta api sendirian ke luar kota, maklum biasanya aku selalu ada teman perjalanan, tapi tidak untuk kali ini. Sebelum berangkat aku merasa deg-degan, bukan karena pergi sendirian, tapi karena ujian DELF keesokan harinya yang terasa amat menyeramkan meskipun aku sudah belajar baik secara mandiri maupun dengan partner conversation untuk tes lisan.

Di Surabaya aku menginap di kos Mbak Norma, teman dari UNNES yang saat ini menjadi pengajar di IFI Surabaya. Perkenalan kami bermula berkat kegiatan multikomparasi IMASPI 2010 yang diadakan di UB dan hingga kini berlanjut semakin dekat bagai saudara. Malam itu aku sampai di stasiun wonokromo lalu dijemput mas Dedy, salah satu teman yang juga mengajar di IFI.  Aku mampir sebentar ke IFI Surabaya menunggu Mbak Norma selesai mengajar. Sembari menunggu, aku menonton tv di lobby dengan channel tv5 dan duduk di depan ruangan kelas sambil memperhatikan para professeurs yang sedang mengajar kelas malam. Aku berusaha sedikit-sedikit menangkap apa yang sedang disampaikan si pembaca berita di tv5, hitung-hitung belajar listening yang memang menjadi momok tersendiri buatku.

Keesokan paginya, 21 Maret 2013, aku belajar sejenak untuk persiapan. Anehnya, ketika sampai di tempat tes, aku tidak terlalu grogi, tidak seperti tes-tes sebelumnya. Mungkin karena aku sudah akrab dengan tempatnya dan para pengujinya karena formation pédagogique tahun lalu. Tahap demi tahap tes terlewati, tes listening yang paling menakutkan itupun kulewati dengan pasrah, jawaban yang kutuliskan itu sebagian besar itu hanya perkiraan. 3 tahap ujian lainnya kulewati dengan cukup baik. Bahkan ketika tahap speaking aku senang sekali mendapat tema yang aku sukai, yakni tentang pemuda dan perjalanan « Le voyage ». Latihan speaking dan debat bersama tami selama beberapa kali membuatku cukup lancar mengutarakan pendapatku dan menjawab pertanyaan dari penguji yang kebetulan sudah kukenal baik, sehingga aku tidak terlalu gugup saat menghadapinya. Namun soal hasil, entahlah. Aku pasrah.

Setelah menjalani ujian yang cukup berat, tiba-tiba sebuah ujian lainnya datang. Ponsel yang kutaruh di tas, jatuh ke dalam air dalam bak di toilet musholla. Jangan tanya kenapa itu bisa terjadi karena kenyataannya memang sudah terjadi. Ponsel tersebut benar-benar mati dan tidak bisa digunakan karena air masuk ke dalam bagian mesin ponsel. Aku pun panik dan badanku lemas seketika mengetahui hal itu di samping alasan kelaparan. Seusai mengisi perut aku menuju mediatek untuk menghabiskan waktu sebelum jadwal keberangkatan kereta pulang. Perut yang kenyang, pikiran yang lelah serta alunan musik lembut yang dipadu dengan ketenangan suasana mediatek telah mengantarkanku ke alam mimpi. Aku ketiduran beberapa menit saat membaca buku. Meski sebentar, namun cukup untuk mengembalikan sisa-sisa tenaga. Setelah berpamitan dan menunaikan solat ashar, akupun segera menuju stasiun Wonokromo, menunggu kedatangan kereta api ke Malang jam setengah 5 sore. Saat itu jam masih menunjukkan jam 4. Sambil menunggu, aku hanya bisa menonton seorang bocah penyanyi tuna netra namun memiliki suara yang merdu. Jam di tangan telah menunjuk jam setengah 5 sore, namun kereta yang kutunggu tak jua datang. Sementara penumpang yang memadati kursi tunggu semakin gelisah, termasuk aku. Aku benar-benar dilanda kebosanan akut. Aku lupa tak membawa teman baikku, buku bacaan. Alhasil aku pun membeli beberapa kue ringan untuk perjalanan pulang.

Hari sudah petang. Azan magrib hampir berkumandang. Pengumuman kedatangan keretapun berbunyi. Aku tak terlalu mendengar dengan jelas pengumuman dari pengeras suara. Sementara para calon penumpang yang telah menanti selama satu jam lebih itu tak sabaran, dorong mendorong. Aku pun berdiri di jalur 1. Merasa tak yakin, aku bertanya pada seseorang di sebelahku yang memiliki tujuan yang sama. Dia juga ke Malang. Kereta pun datang. Berhenti sejenak dan para calon penumpang berebutan masuk. Sementara itu, mataku menangkap sesosok jangkung yang kutemui hampir setahun yang lalu di kereta api penataran dari Blitar ke malang. Aku tak lupa wajahnya, karena memang ganteng sekali. Hahahaha. Selain itu, nama kondektur ini mirip dengan seseorang yang sempat membuat hari-hariku di masa sekolah jungkir balik. Ups !

Akhirnya aku memutuskan untuk naik kereta itu karena aku yakin ini adalah kereta yang sama yang akan membawaku ke Malang. Setelah menemukan tempat duduk, aku pun tenang dan sempat memejamkan mata karena lelah. Hingga akhhirnya pemeriksaan tiket pun dilakukan. Hatiku senang bertemu dengan kondektur muda itu lagi. Ketika tiketku kuberikan, ia pun berbicara padaku, dan aku pun segera menyesali pernah bertemu dengannya dulu. "Lho Mbak, kereta ini tidak lewat Malang lho. Mbaknya salah kereta. Ini kereta terakhir, nanti turun aja di stasiun selanjutnya." DEG !  Bagai disengat lebah, aku tak mampu berkata-kata. Ini kereta Rapih Dhoho, bukan Penataran. Seketika badanku lemas mendengar suara kondektur ganteng itu. Aku bingung dan ingin menangis. Hari sudah gelap. Aku tak tahu jurusan kereta ini yang kata ibu-ibu di sebelahku akan membawa ke jombang. Ponselku tak berfungsi. What should I do then? >.
Mereka bilang, aku seharusnya tadi menunggu kereta di jalur 2. Aku yang sudah lelah dan tidak tahu harus bagaimana itu langsung linglung. Entah mungkin wajahku ikut pucat. Namun Tuhan sangat baik, mbak-mbak sebelahku menawarkan padaku untuk ikut turun dengannya di stasiun Mojokerto. Dari situ aku harus naik bis untuk sampai ke Malang, meskipun harus oper beberapa kali. Masalahku kali itu pun menjadi kekhawatiran orang-orang di sekelilingku yang kebetulan perempuan semua. Seorang ibu-ibu mendoakanku semoga aku selamat sampai tujuan.

Dari stasiun Mojokerto yang tak kukenal ini aku harus naik becak lalu naik bis kuning sampai japananan. Lalu aku naik bis patas ke Malang. Begitulah instruksi mbak-mbak yang menolongku itu. Bodohnya aku sampai lupa menanyakan namanya karena terlanjur panik. Aku pun akhirnya naik becak yang dikayuh oleh bapak-bapak yang cukup tua. Angin malam berhembus menghantarkanku yang tiba-tiba jadi turis dadakan di kota orang itu. Dalam kondisi ini aku selalu mengingatkan diri untuk selalu menikmati setiap detiknya, pasti akan ada hikmah dari kenyataan yang tak berjalan sesuai rencana ini. Aku pun berbincang-bincang dengan Pak becak tersebut dan tanpa sengaja malah curhat. Ia bilang jarak dari stasiun ke tempat bis, sekitar 5 km. Aku pun terbelalak, pantas dari tadi tak kunjung sampai.

Sesampainya di pemberhentian bis, lagi-lagi aku dapat pelajaran. Biaya becak dari stasiun adalah 15 ribu rupiah, kata Pak becak tersebut. Ketika aku membuka dompet mencari uang, bapak tersebut bertanya padaku, “Jek ono sangune gawe tah Nduk?” “Masih ada uang untuk pulang kah Nak?” Seketika aku terharu, Bapak yang sudah cukup tua ini mengayuh 5 km malam-malam begini, mendengarkan curhatan bolang (bocah ilang) sepertiku, dan masih menanyakan keadaanku. “Taksih wonten, Pak. Masih ada, Pak” jawabku. Tak perlu acara tawar-menawar seperti yang biasa kulakukan dengan pak becak di kota. Setelah mengucapkan terima kasih, aku pun naik bis kecil berwarna kuning. Sengaja ku duduk di depan agar tak kesasar, karena aku sama sekali tak kenal kota ini. Bis pun tak kunjung melaju, hingga jam menunjuk pukul setengah 8 malam. Oh aku bosan! Waktuku hari itu didominasi oleh kata “Menunggu” tanpa hiburan sama sekali. Lapar juga. Ya Ampun. Lengkap sudah. Perjalanan Mojokerto-Japanan pun tak sesingkat dugaanku. Kenek bilang, ini bis terakhir ke japanan. Fiuh. Masih ada alasan kah buatku untuk tidak bersyukur di tengah keapesanku hari ini?

Sesampainya di japanan, aku melanjutkan dengan bis patas menuju arjosari. Gila! AC bus membuatku menggigil. Aku tak bawa jaket dan kelaparan semakin membuat perjalanan ini bagai siksaan (maagku kumat). Akhirnya aku tertidur sejenak. Lumayan lah pereda nyeri. Jam 9 lebih, aku sampai di arjosari. Angkot yang menuju daerah rumahku hanya tinggal satu, ADL. Kelihatannya angkot ini juga angkot terakhir. Tak apalah. Lega hatiku jika telah sampai di malang. Setidaknya aku telah hafal jalur di sini. Angkot berhenti di daerah ijen, dan aku harus berjalan sedikit ke arah rumah. Beruntung lagi, penumpang angkot tadi pun searah denganku meski tak saling kenal. Setidaknya ada teman jalan. Sesampainya di rumah, sudah kuduga ayah dan ibu pasti cemas karena tak bisa menghubungiku dan setelah meyakinkan, bahwa yang terpenting adalah dapat pulang sampai di rumah dengan selamat. Alhamdulillah. Aku pun juga dipertemukan dengan orang-orang baik yang menolongku. Padahal imajinasi ini telah berkeliaran ke mana-mana. (mungkin aku harus mengurangi frekuensi menonton film suspect dan detektif).

Hmm…akhirnya cerita ini pun berkorelasi dengan tema tes lisan ku. Tentang perjalanan yang kujabarkan tadi. Semua memang tak ada yang terjadi secara kebetulan. Bahkan dengan ketidakberuntungan pun akan menghasilkan cerita menarik jika kita mampu menyikapi dan mengemasnya dengan baik. Dalam setiap ketidakberuntungan sekalipun, akan ada selalu hal yang dpat kita nikmati dan kita ambil pelajaran. Jadi tidak ada alasan untuk tidak bersyukurkan kan? Apalagi dengan tidak berfungsinya alat komunikasi, aku yang diliputi rasa takut, harus selalu berdoa agar lebih tenang hingga aku merasa lebih dekat dengan-Nya. Mungkin ini salah satu ujian untuk menegurku untuk semakin introspeksi akan kelalaian yang aku perbuat dan berhati-hati.

Seorang kawan yang mendengar ceritaku tertawa terpingkal-pingkal. “Ini baru di Indonesia, di Jawa Timur, belum di luar negeri” katanya. Aku bercerita padanya karena kebetulan dia pernah salah jurusan bis ketika magang di Jerman. Nah oleh karena itulah, dengan berbekal pengalaman ini aku harap ketika suatu hari nanti aku harus melakukan perjalanan sendiri lagi entah di sini ataupun di negeri orang, aku harus lebih waspada dan memperhatikan pengumuman, karena selama ini aku memang terlalu cuek. Hehehehe.

***

Bulan April. Awal.

Hasil test DeLF diumumkan, dan sayang sekali aku masih belum lulus. Sia-siakah usahaku kemarin sampai akhirnya menjadi bolang? Aku rasa tidak. Semua butuh proses dan itu adalah proses yang tak boleh aku sesali. Perjalanan mengajarkanku banyak hal, terutama hal-hal yang tak kudapatkan selama kuliah ataupun sekolah. Sedikit kecewa, pasti. Namun tidak untuk terus-menerus dan disesali. Masih ada kesempatanku untuk perbaiki di sesi selanjutnya.

Di saat pengumuman DELF tak berpihak padaku, tanpa kuduga, aku mendapat pengumuman bahagia dari pihak kampus perihal beasiswa. Alhamdulillah aku masih mendapat beasiswa prestasi akademik tanpa harus mendaftar. Tuhan itu Maha Adil dan tak akan menyia-nyiakan usaha yang kita lakukan. Di sisi lain, aku dan teman-teman juga mendapat kesempatan untuk mengikuti preparation DELF B2 secara gratis selama sebulan 2 minggu dengan syarat harus serius dalam mengikutinya. Tak kusia-siakan kesempatan langka ini. Apalagi dengan tidak adanya kuliah selama semester ini, aku merasa kemampuan bahasa Prancisku mengalamai penurunan. Oleh karena itulah, dengan adanya penawaran ini, aku mendapat banyak tambahan ilmu yang semoga bermanfaat untuk masa depan.

Semangat! Terus berusaha, berdoa, dan bersyukur.

Jatuh 8 kali bangkit 9 kali. Begitulah motto boneka daruma dari jepang, kata seorang sahabatku.
Semoga bulan depan, berita bahagia menghampiri. Aamiin. ^^

22062013

Anna Rakhmawati

Phasellus facilisis convallis metus, ut imperdiet augue auctor nec. Duis at velit id augue lobortis porta. Sed varius, enim accumsan aliquam tincidunt, tortor urna vulputate quam, eget finibus urna est in augue.

No comments:

Post a Comment