Perjalanan
menarik tak melulu harus jauh, tak harus menghabiskan banyak uang.
Perjalanan menarik tak harus bertujuan untuk berwisata. Perjalanan
menarik bagiku adalah perjalanan di mana aku mengalami pengalaman yang
belum pernah kurasakan, menarik pelajaran darinya dan yang terpenting
adalah mampu bercerita, berbagi dengan teman-teman, baik secara tertulis
maupun bercerita secara langsung. Perjalanan menarik juga tak harus
selalu memberikan kesan indah dan mempesona, bercerita tentang
keeksotisan alam, terkadang menertawakan kebodohan selama perjalanan
juga mampu menjadi cerita menarik.
Cerita ini berawal
dari kenekatanku mengikuti ujian DELF (tes TOEFL bahasa Prancis) yang
dilaksanakan di IFI (Institut Francais Indonesia) Surabaya. Biasanya aku
mengikuti ujian ini bersama teman-teman sejurusan, namun kali ini aku
harus berangkat sendiri karena gagal merayu teman-teman untuk ikut.
Awalnya aku takut, ujian kali mungkin akan terasa sulit mengingat
latihannya saja sudah membuat kepala puyeng. Aku pun ragu-ragu untuk
mengikutinya, apalagi biaya tes yang saat itu terasa cukup mahal,
membuat nyaliku menciut. Namun tekadku kembali menyala ketika melihat
Dream Book yang ku buat ketika pelajaran kewirausahaan semester lalu
yaitu ingin mendapatkan ijazah DELF B2 pada bulan April nanti.
Berangkatlah aku ke Surabaya sore hari tanggal 20 Maret naik kereta api
penataran. Ini merupakan pengalaman pertamaku naik kereta api sendirian
ke luar kota, maklum biasanya aku selalu ada teman perjalanan, tapi
tidak untuk kali ini. Sebelum berangkat aku merasa deg-degan, bukan
karena pergi sendirian, tapi karena ujian DELF keesokan harinya yang
terasa amat menyeramkan meskipun aku sudah belajar baik secara mandiri
maupun dengan partner conversation untuk tes lisan.
Di
Surabaya aku menginap di kos Mbak Norma, teman dari UNNES yang saat ini
menjadi pengajar di IFI Surabaya. Perkenalan kami bermula berkat
kegiatan multikomparasi IMASPI 2010 yang diadakan di UB dan hingga kini
berlanjut semakin dekat bagai saudara. Malam itu aku sampai di stasiun
wonokromo lalu dijemput mas Dedy, salah satu teman yang juga mengajar di
IFI. Aku mampir sebentar ke IFI Surabaya menunggu Mbak Norma selesai
mengajar. Sembari menunggu, aku menonton tv di lobby dengan channel tv5
dan duduk di depan ruangan kelas sambil memperhatikan para professeurs
yang sedang mengajar kelas malam. Aku berusaha sedikit-sedikit
menangkap apa yang sedang disampaikan si pembaca berita di tv5,
hitung-hitung belajar listening yang memang menjadi momok tersendiri buatku.
Keesokan
paginya, 21 Maret 2013, aku belajar sejenak untuk persiapan. Anehnya,
ketika sampai di tempat tes, aku tidak terlalu grogi, tidak seperti
tes-tes sebelumnya. Mungkin karena aku sudah akrab dengan tempatnya dan
para pengujinya karena formation pédagogique tahun lalu. Tahap
demi tahap tes terlewati, tes listening yang paling menakutkan itupun
kulewati dengan pasrah, jawaban yang kutuliskan itu sebagian besar itu
hanya perkiraan. 3 tahap ujian lainnya kulewati dengan cukup baik.
Bahkan ketika tahap speaking aku senang sekali mendapat tema yang aku
sukai, yakni tentang pemuda dan perjalanan « Le voyage ». Latihan speaking
dan debat bersama tami selama beberapa kali membuatku cukup lancar
mengutarakan pendapatku dan menjawab pertanyaan dari penguji yang
kebetulan sudah kukenal baik, sehingga aku tidak terlalu gugup saat
menghadapinya. Namun soal hasil, entahlah. Aku pasrah.
Setelah
menjalani ujian yang cukup berat, tiba-tiba sebuah ujian lainnya
datang. Ponsel yang kutaruh di tas, jatuh ke dalam air dalam bak di
toilet musholla. Jangan tanya kenapa itu bisa terjadi karena
kenyataannya memang sudah terjadi. Ponsel tersebut benar-benar mati dan
tidak bisa digunakan karena air masuk ke dalam bagian mesin ponsel. Aku
pun panik dan badanku lemas seketika mengetahui hal itu di samping
alasan kelaparan. Seusai mengisi perut aku menuju mediatek untuk
menghabiskan waktu sebelum jadwal keberangkatan kereta pulang. Perut
yang kenyang, pikiran yang lelah serta alunan musik lembut yang dipadu
dengan ketenangan suasana mediatek telah mengantarkanku ke alam mimpi.
Aku ketiduran beberapa menit saat membaca buku. Meski sebentar, namun
cukup untuk mengembalikan sisa-sisa tenaga. Setelah berpamitan dan
menunaikan solat ashar, akupun segera menuju stasiun Wonokromo, menunggu
kedatangan kereta api ke Malang jam setengah 5 sore. Saat itu jam masih
menunjukkan jam 4. Sambil menunggu, aku hanya bisa menonton seorang
bocah penyanyi tuna netra namun memiliki suara yang merdu. Jam di tangan
telah menunjuk jam setengah 5 sore, namun kereta yang kutunggu tak jua
datang. Sementara penumpang yang memadati kursi tunggu semakin gelisah,
termasuk aku. Aku benar-benar dilanda kebosanan akut. Aku lupa tak
membawa teman baikku, buku bacaan. Alhasil aku pun membeli beberapa kue
ringan untuk perjalanan pulang.
Hari sudah petang. Azan
magrib hampir berkumandang. Pengumuman kedatangan keretapun berbunyi.
Aku tak terlalu mendengar dengan jelas pengumuman dari pengeras suara.
Sementara para calon penumpang yang telah menanti selama satu jam lebih
itu tak sabaran, dorong mendorong. Aku pun berdiri di jalur 1. Merasa
tak yakin, aku bertanya pada seseorang di sebelahku yang memiliki tujuan
yang sama. Dia juga ke Malang. Kereta pun datang. Berhenti sejenak dan
para calon penumpang berebutan masuk. Sementara itu, mataku menangkap
sesosok jangkung yang kutemui hampir setahun yang lalu di kereta api
penataran dari Blitar ke malang. Aku tak lupa wajahnya, karena memang
ganteng sekali. Hahahaha. Selain itu, nama kondektur ini mirip dengan
seseorang yang sempat membuat hari-hariku di masa sekolah jungkir balik.
Ups !
Akhirnya aku memutuskan untuk naik kereta itu
karena aku yakin ini adalah kereta yang sama yang akan membawaku ke
Malang. Setelah menemukan tempat duduk, aku pun tenang dan sempat
memejamkan mata karena lelah. Hingga akhhirnya pemeriksaan tiket pun
dilakukan. Hatiku senang bertemu dengan kondektur muda itu lagi. Ketika
tiketku kuberikan, ia pun berbicara padaku, dan aku pun segera menyesali
pernah bertemu dengannya dulu. "Lho Mbak, kereta ini tidak lewat Malang
lho. Mbaknya salah kereta. Ini kereta terakhir, nanti turun aja di
stasiun selanjutnya." DEG ! Bagai disengat lebah, aku tak mampu
berkata-kata. Ini kereta Rapih Dhoho, bukan Penataran. Seketika badanku
lemas mendengar suara kondektur ganteng itu. Aku bingung dan ingin
menangis. Hari sudah gelap. Aku tak tahu jurusan kereta ini yang kata
ibu-ibu di sebelahku akan membawa ke jombang. Ponselku tak berfungsi. What should I do then? >.
Mereka
bilang, aku seharusnya tadi menunggu kereta di jalur 2. Aku yang sudah
lelah dan tidak tahu harus bagaimana itu langsung linglung. Entah
mungkin wajahku ikut pucat. Namun Tuhan sangat baik, mbak-mbak sebelahku
menawarkan padaku untuk ikut turun dengannya di stasiun Mojokerto. Dari
situ aku harus naik bis untuk sampai ke Malang, meskipun harus oper
beberapa kali. Masalahku kali itu pun menjadi kekhawatiran orang-orang
di sekelilingku yang kebetulan perempuan semua. Seorang ibu-ibu
mendoakanku semoga aku selamat sampai tujuan.
Dari stasiun
Mojokerto yang tak kukenal ini aku harus naik becak lalu naik bis
kuning sampai japananan. Lalu aku naik bis patas ke Malang. Begitulah
instruksi mbak-mbak yang menolongku itu. Bodohnya aku sampai lupa
menanyakan namanya karena terlanjur panik. Aku pun akhirnya naik becak
yang dikayuh oleh bapak-bapak yang cukup tua. Angin malam berhembus
menghantarkanku yang tiba-tiba jadi turis dadakan di kota orang itu.
Dalam kondisi ini aku selalu mengingatkan diri untuk selalu menikmati
setiap detiknya, pasti akan ada hikmah dari kenyataan yang tak berjalan
sesuai rencana ini. Aku pun berbincang-bincang dengan Pak becak tersebut
dan tanpa sengaja malah curhat. Ia bilang jarak dari stasiun ke tempat
bis, sekitar 5 km. Aku pun terbelalak, pantas dari tadi tak kunjung
sampai.
Sesampainya di pemberhentian bis, lagi-lagi aku
dapat pelajaran. Biaya becak dari stasiun adalah 15 ribu rupiah, kata
Pak becak tersebut. Ketika aku membuka dompet mencari uang, bapak
tersebut bertanya padaku, “Jek ono sangune gawe tah Nduk?”
“Masih ada uang untuk pulang kah Nak?” Seketika aku terharu, Bapak yang
sudah cukup tua ini mengayuh 5 km malam-malam begini, mendengarkan
curhatan bolang (bocah ilang) sepertiku, dan masih menanyakan keadaanku.
“Taksih wonten, Pak. Masih ada, Pak” jawabku. Tak perlu acara
tawar-menawar seperti yang biasa kulakukan dengan pak becak di kota.
Setelah mengucapkan terima kasih, aku pun naik bis kecil berwarna
kuning. Sengaja ku duduk di depan agar tak kesasar, karena aku sama
sekali tak kenal kota ini. Bis pun tak kunjung melaju, hingga jam
menunjuk pukul setengah 8 malam. Oh aku bosan! Waktuku hari itu
didominasi oleh kata “Menunggu” tanpa hiburan sama sekali. Lapar juga.
Ya Ampun. Lengkap sudah. Perjalanan Mojokerto-Japanan pun tak sesingkat
dugaanku. Kenek bilang, ini bis terakhir ke japanan. Fiuh. Masih ada
alasan kah buatku untuk tidak bersyukur di tengah keapesanku hari ini?
Sesampainya
di japanan, aku melanjutkan dengan bis patas menuju arjosari. Gila! AC
bus membuatku menggigil. Aku tak bawa jaket dan kelaparan semakin
membuat perjalanan ini bagai siksaan (maagku kumat). Akhirnya aku
tertidur sejenak. Lumayan lah pereda nyeri. Jam 9 lebih, aku sampai di
arjosari. Angkot yang menuju daerah rumahku hanya tinggal satu, ADL.
Kelihatannya angkot ini juga angkot terakhir. Tak apalah. Lega hatiku
jika telah sampai di malang. Setidaknya aku telah hafal jalur di sini.
Angkot berhenti di daerah ijen, dan aku harus berjalan sedikit ke arah
rumah. Beruntung lagi, penumpang angkot tadi pun searah denganku meski
tak saling kenal. Setidaknya ada teman jalan. Sesampainya di rumah,
sudah kuduga ayah dan ibu pasti cemas karena tak bisa menghubungiku dan
setelah meyakinkan, bahwa yang terpenting adalah dapat pulang sampai di
rumah dengan selamat. Alhamdulillah. Aku pun juga dipertemukan dengan
orang-orang baik yang menolongku. Padahal imajinasi ini telah
berkeliaran ke mana-mana. (mungkin aku harus mengurangi frekuensi
menonton film suspect dan detektif).
Hmm…akhirnya cerita
ini pun berkorelasi dengan tema tes lisan ku. Tentang perjalanan yang
kujabarkan tadi. Semua memang tak ada yang terjadi secara kebetulan.
Bahkan dengan ketidakberuntungan pun akan menghasilkan cerita menarik
jika kita mampu menyikapi dan mengemasnya dengan baik. Dalam setiap
ketidakberuntungan sekalipun, akan ada selalu hal yang dpat kita nikmati
dan kita ambil pelajaran. Jadi tidak ada alasan untuk tidak
bersyukurkan kan? Apalagi dengan tidak berfungsinya alat komunikasi, aku
yang diliputi rasa takut, harus selalu berdoa agar lebih tenang hingga
aku merasa lebih dekat dengan-Nya. Mungkin ini salah satu ujian untuk
menegurku untuk semakin introspeksi akan kelalaian yang aku perbuat dan
berhati-hati.
Seorang kawan yang mendengar ceritaku
tertawa terpingkal-pingkal. “Ini baru di Indonesia, di Jawa Timur, belum
di luar negeri” katanya. Aku bercerita padanya karena kebetulan dia
pernah salah jurusan bis ketika magang di Jerman. Nah oleh karena
itulah, dengan berbekal pengalaman ini aku harap ketika suatu hari nanti
aku harus melakukan perjalanan sendiri lagi entah di sini ataupun di
negeri orang, aku harus lebih waspada dan memperhatikan pengumuman,
karena selama ini aku memang terlalu cuek. Hehehehe.
***
Bulan April. Awal.
Hasil
test DeLF diumumkan, dan sayang sekali aku masih belum lulus.
Sia-siakah usahaku kemarin sampai akhirnya menjadi bolang? Aku rasa
tidak. Semua butuh proses dan itu adalah proses yang tak boleh aku
sesali. Perjalanan mengajarkanku banyak hal, terutama hal-hal yang tak
kudapatkan selama kuliah ataupun sekolah. Sedikit kecewa, pasti. Namun
tidak untuk terus-menerus dan disesali. Masih ada kesempatanku untuk
perbaiki di sesi selanjutnya.
Di saat pengumuman DELF tak
berpihak padaku, tanpa kuduga, aku mendapat pengumuman bahagia dari
pihak kampus perihal beasiswa. Alhamdulillah aku masih mendapat beasiswa
prestasi akademik tanpa harus mendaftar. Tuhan itu Maha Adil dan tak
akan menyia-nyiakan usaha yang kita lakukan. Di sisi lain, aku dan
teman-teman juga mendapat kesempatan untuk mengikuti preparation DELF B2
secara gratis selama sebulan 2 minggu dengan syarat harus serius dalam
mengikutinya. Tak kusia-siakan kesempatan langka ini. Apalagi dengan
tidak adanya kuliah selama semester ini, aku merasa kemampuan bahasa
Prancisku mengalamai penurunan. Oleh karena itulah, dengan adanya
penawaran ini, aku mendapat banyak tambahan ilmu yang semoga bermanfaat
untuk masa depan.
Semangat! Terus berusaha, berdoa, dan bersyukur.
Jatuh 8 kali bangkit 9 kali. Begitulah motto boneka daruma dari jepang, kata seorang sahabatku.
Semoga bulan depan, berita bahagia menghampiri. Aamiin. ^^
22062013
No comments:
Post a Comment