Tuesday, 7 May 2019

Kita Petik Apa yang Kita Tanam

credit : https://www.sheknows.com/parenting/articles/1040569/old-people-names-we-love/
Setiap manusia akan mengalami fase : lahir, bayi, anak-anak, remaja, dewasa, tua dan kemudian mati. Sebuah fase yang diibaratkan : urip nang ndunyo mung mampir ngombe. Hanya sebentar, sementara.


Menjadi tua berarti kembali menjadi anak-anak. Mereka kembali ke fitrah saat mereka memulai kehidupannya di dunia. Hidup bersama dengan anak-anak, orang dewasa dan sesepuh tentu tak terhindarkan dari gesekan dan konflik. Selalu ada yang berperan menjadi yang paling benar dan ada yang berperan sebagai yang selalu disalahkan dan mengalah. Hati yang lapang menjadi jembatan agar tak berlanjut menjadi sebuah kericuhan. Yang muda harus mengerti, harus memaklumi bahwa kelakuan sesepuh kembali lagi menjadi kelakuan anak bayi yang rewel. Kadang saya berpikir, mengapa kita harus selalu mengalah ya? Saat menjadi kakak yang lebih dewasa harus mengalah pada adik. Saat menjadi anggota keluarga yang muda, harus mengalah pada yang sepuh. 

Mungkin pikiran ini tak selalu harus terjawab sekarang. Mungkin nanti, saat usia ini telah senja, semua pertanyaan yang bekelindan dalam benak itu akan menemukan jawabannya. Setidaknya saya mengerti, bahwa ada banyak keutamaan yang diperoleh oleh anak yang memuliakan orang tuanya di masa senja, antara lain : dilancarkan rezekinya, dibukakan pintu surga, menghilangkan kesulitan yang dialami dll. Mencoba bersyukur bahwa orang tua saya kini sedang berusaha melaksanakan kewajiban birrul walidain, dan nantinya kami yang akan melanjutkan kewajiban tersebut, insya Allah. Ujian ini hanya sementara dan saya yakin nantinya kita akan memetik apa yang kita tanam. Menanam kebaikan maka akan memetik kebaikan pula. Aamiin. 

#30HariMemetikHikmah
#TantanganMenulisIPMalang
#RumbelMenulisIPMalang
#IbuProfesionalMalang
#HariKe-2

No comments:

Post a Comment