Tuesday, 21 February 2023

Run Lea Run (Part 1)

 Jalanan masih lengang di minggu pagi yang cerah itu. Lea tampak bersemangat bersiap lari pagi. Sepatu barunya membuatnya semakin percaya diri. Sudah 3 kali dalam seminggu ini ia rutin lari pagi. Ibunya sampai heran, tumben Lea yang hobi mager jadi seneng lari pagi. Setelah minum air putih, ia berpamitan pada ibunya dan mulai melangkah ke luar rumah. Tak lupa ia aktifkan aplikasi lari yang beberapa jam lalu diunduhnya. 


“Rei!” teriak Lea setelah menyeberang jalan raya. Ia melihat Rei sudah berada di depan taman sambil melakukan pemanasan. 


“Yo, Le! Gas!!” balas Rei. Lea mempercepat langkahnya. 


“Udah nunggu lama? Sorry ya, telat lagi, hehe. Tadi kesiangan,” ujar Lea sedikit terengah-engah.


“Nggak juga. Barusan aja kok, malah enak bisa dapet sinar matahari sehat,” balas Rei.


Lea melirik jam digital di tangan kirinya. Jam 7.30. Not bad.  “Makasih Rei.”


Rei mengangkat kedua alisnya. “Yuk cabut! 5 km ya.”


“Siap, coach!” 


Rei dan Lea berlari beriringan. Rute yang mereka lalui bukanlah rute baru, melainkan rute yang sering mereka lewati saat berangkat dan pulang sekolah dulu. Namun saat masih sekolah, mereka berdua tidak pernah berangkat atau pulang bersama. Hanya saat di kelas saja keduanya berinteraksi, itupun hanya sebatas bertanya tentang PR dan mengerjakan tugas kelompok. Kini mereka telah lulus kuliah dan sedang menunggu wisuda. Hari-hari luang, mereka manfaatkan untuk olahraga bersama. 


“Le, kalau lagi lari, ujung kaki dulu yang napak ke tanah. Jangan langsung napak semuanya, biar nggak capek,” ujar Rei.


“Teori dari siapa coba? Namanya lari ya capek,” balas Lea sambil mengatur napasnya.


“Yee dibilangin senior nggak percaya,” Rei masih tidak mau kalah.


“Senior apanya? Umur kita cuma beda seminggu woy! Hahaha.”


Rei tersenyum. “Bulan depan dirayain bareng yuk!”


“Hah? Gimana?” tanya Lea. Dalam benaknya, Lea membayangkan dirinya dan Rei merayakan ulang tahun mereka berdua seperti…. ngedate. Oh No! Segera ditepisnya ide nyasar itu. 


“Patungan lah kita buat nraktir anak-anak geng rempong,” balas Rei, santai.


“Oh..gitu. Hm…Lihat ntar aja deh. Bentar lagi kan wisuda, butuh banyak biaya juga.” Lea tiba-tiba bimbang. Rei melihat perubahan raut muka Lea. Ia pun tersenyum dan mengangguk 


“Awas Le!!” teriak Rei sambil menarik tangan Lea mendekat padanya. Lea terkejut. Sebuah sepeda motor nyaris menyerempetnya. Jika saja Rei tak menarik tangannya, entah mungkin ia sudah jatuh berguling-guling di aspal. Lea masih syok dan berusaha mengumpulkan kesadarannya. Rei mengajak Lea duduk di tepi trotoar dan menyodorkan air mineralnya. Tiba-tiba saja mata Lea berkaca-kaca. Ingatannya kembali pada kejadian di masa lalunya. 



No comments:

Post a Comment