Duh! Kenapa anak ini bisa muncul di sini sih? batin Lea. Mendadak perutnya mules dan nafsu makannya menguap.
“Jadi apa sih Bon..Bon.. Nih krupuk buat ngganjel mulut,” ujar Rei santai, sambil meneruskan makannya.
“Ya kalian berdua ini. Aku curiga sama kalian berdua.Minggu lalu Gea bilang kalau lihat kalian berdua nonton bareng film yang lagi hits itu,” ujar Boni nggak mau kalah. Dengan gayanya yang ceriwis bagai wartawan infotainment itu, perasaan Lea nggak enak. Sebentar lagi mungkin akan muncul gosip tentang dirinya dan Rei di grup alumni. Mereka bertiga adalah teman semasa sekolah. Lea tak terlalu dekat dengan Boni, hanya sekadar kenal dan menyapa jika berpapasan. Lea cukup panik karena Boni dikenal sebagai biang gosip saat masih sekolah dulu. Sedangkan Rei pernah sekelas dengan Boni sehingga ia lebih bisa mengendalikan situasi.
“Emangnya kalau mau nonton bareng harus jadian dulu ya?” tanya Rei.
“Biasanya kan kalau nonton berdua tuh kencan. Anak ABG juga biasanya gitu kan?” balas Boni.
“Tapi aku sama Lea kan bukan ABG lagi. Kebetulan aku pingin nonton, eh ternyata Lea juga pingin nonton. Ya daripada nonton sendirian mending bareng-bareng. Ya nggak Le?”
“Eh iya iya.” Lea agak gugup. Ia teringat minggu lalu ketika ia update status tentang film hits yang baru rilis di bioskop. Tiba-tiba Rei mengirimkan pesan untuk mengajaknya nonton bersama. Awalnya Lea ragu, ada apa Rei tiba-tiba mengajaknya? Namun ia mencoba berpikir positif bahwa Rei memang ingin nonton juga. Bukan dengan maksud lainnya. Terlalu dini baginya untuk GR dengan sikap Rei yang berubah sejak pertemuan mereka kembali di reuni.
“Gimana ya Rei, kalau yang nonton bareng misalnya Aldi, si cassanova sama Fiona, si drama queen, aku nggak akan seheboh ini. Tapi ini adalah Rei, si anak baik dan Lea si kutu buku, yang nggak pernah terlibat gosip sekolah. Itu bisa jadi berita yang bagus kan? Ya kan? Ya kan?” Boni tampak berbinar-binar.
Lea terburu-buru menghabiskan minuman yang dipesannya. Ia ingin segera meninggalkan warung pecel tersebut. Ia merasa tidak nyaman dan berniat untuk pamit pulang lebih dulu.
“Rei, Bon, aku pulang duluan ya. Ada titipan dari mamaku untuk beli buah di pasar,” ujar Lea sambil mengeluarkan uang dari dompetnya. “Habis berapa Pak?” tanya Lea pada pemilik warung. “Sudah dibayar tadi sama mas yang itu, Mbak.” Beliau menunjuk Rei sambil tersenyum.
“Oh iya, makasih Pak. Rei makasih ya. Aku cabut duluan!” Rei mengangguk sambil melambaikan tangannya. Ada sedikit raut kecewa di wajahnya. Ia melihat Boni yang sedang makan dengan kesal. “Pak sekalian bayar makanan si ceriwis ini ya! Kembaliannya diambil aja” teriak Rei pada pemilik warung. “Siap Mas Ganteng!” Bapak pemilik warung tersenyum dengan cerah.
“Bon, Lea dan aku nggak ada hubungan lebih dari teman. Lea itu cukup sensitif. Tplong jaga perasaannya ya. Jangan nyablak kayak tadi.”
“Hmm..iya iya. Maaf. Lagian jadian beneran juga nggak masalah kok. Aku kan cuma mau memastikan aja. Makasih ya Gan traktirannya,” ujar Boni.
“Gan apa? Ganteng? Ya emang aku udah ganteng sejak lahir,” Boni tidak tahan untuk menimpuk wajah Rei dengan topinya.
Sementara itu, Lea merasa lega dan berlari-lari kecil agar segera sampai ke rumah. Ia lupa kalau ia baru saja mengisi perutnya. Sesampainya di rumah, perutnya terasa sakit seperti ditusuk-tusuk. Sebuah panggilan telepon mengalihkan rasa sakitnya sejenak. Di saat yang sama, jantungnya berdegup dengan kencang.
No comments:
Post a Comment